Berita  

SEMMI NTB: Anggota DPRD NTB Diduga Gunakan Tanda Tangan Palsu Kasus Sertifikat Tanah, Efan Limantika Hadiri Gelar Perkara Serahkan Bukti ke Penyidik

Mataram-NTB, Barometer99.com–  Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (SEMMI) Wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB) menyebut hasil Laboratorium Forensik Polri membuktikan dugaan pemalsuan tanda tangan yang melibatkan anggota DPRD NTB dari Fraksi Golkar, Evan Limantika, terkait penerbitan sertifikat tanah di Kecamatan Huu, Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Ketua Umum SEMMI NTB Muhammad Rizal Anshori menjelaskan, berdasarkan hasil pemeriksaan Labfor Polri Nomor 479/DTF/2025 tertanggal 24 Maret 2025, dokumen yang diperiksa mengandung tanda tangan palsu atau Spurious Signature. Hal itu memperkuat dugaan pemalsuan dokumen untuk penggelapan hak atas tanah milik warga Dompu.

“Tindakan ini merupakan bentuk kejahatan terhadap administrasi negara dan hak kepemilikan masyarakat, yang dapat dijerat dengan pasal-pasal pidana,” kata Rizal, Rabu (17/9/25).

Rizal menegaskan, Evan Limantika berpotensi dijerat Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat, Pasal 266 KUHP tentang keterangan palsu dalam akta otentik, dan Pasal 385 KUHP terkait pengalihan hak atas tanah secara melawan hukum.

SEMMI NTB mendesak Polda NTB dan Kejaksaan Tinggi NTB segera menindaklanjuti hasil Labfor tersebut dengan proses hukum yang tegas dan transparan.

“Kami tidak ingin ada lagi wakil rakyat yang mencederai amanah dengan cara-cara kotor. Proses hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu,” tegas Rizal.

Rizal menjelaskan, berdasarkan rangkaian peristiwa yang menjadi dasar dugaan pemalsuan berawal dari tahun 2011, Muh. Adnan membeli tanah SHM Nomor 417 atas nama M. Saleh, disertai bukti kwitansi dan dokumen sah. Sertifikat asli dikuasai oleh Adnan.

Kemudian di tahun 2013–2014: Evan Limantika mulai melakukan pendekatan dengan dalih menjaga aset tanah milik Adnan. Sejumlah dokumen kwitansi pembelian pun diserahkan oleh Adnan.

Tepatnya 23 Maret 2015, diajukan permohonan penerbitan sertifikat pengganti di BPN Dompu atas nama M. Saleh dengan alasan hilang, padahal sertifikat asli masih di tangan Adnan.

Kemudian 28 Oktober 2015, melalui akta jual beli di hadapan Notaris Munawir, tanah tersebut dialihkan kepada Evan dengan dasar peralihan hak dari Jaenab (istri M. Saleh). Namun, Jaenab menegaskan tidak pernah hadir di BPN maupun di kantor notaris untuk peralihan hak tersebut.

Efan Limantika Hadiri Gelar Perkara Serahkan Bukti AJB ke Penyidik

Anggota DPRD Nusa Tenggara Barat (Dapil 6) Efan Limantika menghadiri undangan gelar perkara di Ditreskrimum Polda NTB, Rabu (17/9).

Efan datang bersama kuasa hukumnya, Apriyadin, untuk menanggapi dugaan tindak pidana pemalsuan dokumen dan penggelapan hak atas tanah yang kini sedang diselidiki.

Dalam gelar perkara tersebut, kata Efan, pihak penyidik memberi kesempatan untuk memaparkan kronologis transaksi jual-beli tanah yang berlokasi di Kecamatan Hu’u, Kabupaten Dompu — mulai proses negosiasi, penandatanganan akta jual-beli (AJB) hingga terbitnya sertifikat hak milik (SHM) atas namanya.

“Kami sudah uraikan dari awal sampai akhir secara detil proses jual-beli tanah,” ujar Efan.

Efan menegaskan bahwa penandatanganan AJB pada 2015 berlangsung di hadapan penjual — Jaenab (istri almarhum M. Saleh) — dan pembeli, serta disaksikan staf notaris, anak kandung Jaenab bernama Sitti Nur beserta suaminya, dan Heriadi (supir Efan).

Menurutnya, pihaknya telah menyerahkan dokumentasi transaksi, foto, serta surat-surat bukti penandatanganan AJB kepada penyidik dan peserta gelar perkara.

Sebagai penguat, Efan menyebut jawaban pihak Sitti Nur dan saudaranya, Sarifudin, dalam gugatan perdata di Pengadilan Negeri Dompu (No. 16/Pdt.G/2025/PN Dpu) yang menurutnya menguatkan proses transaksi jual-beli tersebut.

“Kami telah melampirkan sejumlah bukti berupa surat serta dokumentasi penandatanganan AJB di depan pejabat notaris,” tegasnya.

Efan juga menyayangkan framing pemberitaan dan narasi di media online maupun media sosial yang menudingnya melakukan praktik “mafia tanah”.

Ia menilai tuduhan itu prematur dan berpotensi menjadi fitnah karena belum ada putusan berkekuatan hukum tetap. “Jangan sampai isu-isu miring cepat dipercaya sebelum ada keputusan absolute yang mengatakan Pak Efan bersalah,” imbaunya kepada warga Dompu.

Sementara itu, Apriyadin, (kuasa hukum Efan, red) meminta aparat kepolisian—khususnya penyidik Polres Dompu—memproses perkara secara transparan, akuntabel, dan profesional. Ia menekankan pentingnya mengedepankan asas kehati-hatian dan keadilan agar tidak terjadi cacat formil atau kesalahan penegakan hukum.

“Harus kedepankan azas kehati-hatian dan keadilan. Jangan sampai cepat mengambil keputusan sebelum benar-benar melakukan kajian yang mendalam,” kata Apriyadin.

Dari sisi bukti yang diajukan pelapor, Efan mengaku pihaknya belum melihat bukti kepemilikan sertifikat yang mengatasnamakan pemilik awal secara langsung; yang ada hanya hasil pemeriksaan laboratorium forensik dan kuitansi atas nama pihak lain, yang menurut Efan muncul belakangan.

Meski demikian, ia menegaskan pihaknya menghormati proses hukum dan siap mengikuti seluruh tahapan yang dijalankan aparat penegak hukum.

Kasus ini masih dalam tahap penyelidikan/gelar perkara. Pihak terkait diharapkan menunggu perkembangan resmi dari penyidik dan proses peradilan sebelum menyimpulkan. (*).

Exit mobile version