Gelar Sidang Senat Terbuka Universitas Borobudur Wisuda 594 Lulusan, Bamsoet Ingatkan Indonesia Emas Bisa Dicapai Melalui SDM Unggul dan Adaptif

Jakarta, Barometer99.com – Anggota DPR RI dan Ketua MPR RI ke-15 sekaligus Anggota Sidang Senat Terbuka Wisuda Universitas Borobudur Tahun Akademik 2024/2025 Bambang Soesatyo, menuturkan Sidang Terbuka Senat Universitas Borobudur meluluskan 594 mahasiswa yang berasal dari lulusan program diploma tiga, program sarjana, program magister (S-2) dan program doktor (S-3). Sejumlah tokoh politik, pejabat daerah, hingga perwira tinggi TNI dan Polri turut diwisuda.

Para tokoh yang di wisuda antara lain politikus Partai Nasdem Ahmad Sahroni, politikus PDIP Trimedya Panjaitan, politikus PKS Hamid Noor, Bupati Banyuasin Askolani, Kepala Lembaga Pertahanan Universitas Pertahanan Mayjend TNI AD Endro Satoto, mantan Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak Hery Chariansyah, Wakajati Maluku Utara Taufan Zakaria, Kajari Tanjung Perak Ricky Setiawan Anas dan Karokespol Pusdokkes Polri Brigjen Pol I Gusti Gede Maha Andika. Kesemuanya merupakan lulusan program doktor (S-3) ilmu hukum Universitas Borobudur.

“Momentum wisuda sarjana di berbagai perguruan tinggi harus dimaknai sebagai tonggak lahirnya generasi baru yang siap meraih masa depan gemilang. Wisuda bukan sekadar seremoni penyerahan ijazah, melainkan momentum strategis untuk melahirkan sumber daya manusia unggul, adaptif, dan inovatif yang mampu bersaing di kancah global menuju Indonesia Emas 2045,” ujar Bamsoet saat Wisuda Sarjana dan Pascasarjana Universitas Borobudur di Jakarta, Selasa (14/10/25).

Hadir antara lain Menko Perekonomian RI Airlangga Hartarto, Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah III Henri Togar Hasiholan Tambunan, Asisten Kesejahteraan Rakyat Sekretaris Daerah Provinsi DKI Jakarta Ali Maulana Hakim, Rektor Universitas Borobudur Bambang Bernanthos, Ketua Yayasan Universitas Borobudur Muhammad Halilintar, Direktur Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Borobudur Faisal Santiago, Ketua Alumni Universitas Borobudur Irjen Pol (Purn.) Ronny Franky Sompie serta para civitas akademika Universitas Borobudur.

BACA JUGA :  Kapolri Mutasikan Tiga kapolres Persiapan Dan Satu PJU Polda Papua Barat

Ketua DPR RI ke-20 dan dosen tetap Program Studi Doktor Ilmu Hukum Universitas Borobudur, Universitas Jayabaya dan Universitas Pertahanan (Unhan) ini menuturkan, kondisi aktual dunia kerja masih menyisakan persoalan serius di kalangan lulusan perguruan tinggi. Data Badan Pusat Statistik (BPS) Februari 2025 mencatat tingkat pengangguran terbuka (TPT) nasional mencapai 4,76 persen, setara 7,28 juta orang. Dari angka itu, lulusan perguruan tinggi menyumbang sekitar 6,23 persen, atau lebih dari satu juta orang yang belum bekerja. Sementara lulusan SMK tetap menempati posisi tertinggi dengan tingkat pengangguran mencapai 8 persen.

“Ini kontradiksi besar. Di satu sisi, kita memiliki jutaan sarjana baru setiap tahun. Namun di sisi lain, masih banyak yang belum terserap pasar kerja karena kompetensi yang dimiliki belum sepenuhnya sesuai kebutuhan industri. Artinya, masih banyak hal yang perlu dibenahi dalam sistem pendidikan kita,” kata Bamsoet.

Ketua Komisi III DPR RI ke-7 dan Ketua Dewan Pembina Perhimpunan Alumni Doktor Ilmu Hukum Universitas Padjajaran ini menilai ketidaksesuaian antara kurikulum pendidikan tinggi dan kebutuhan dunia usaha menjadi akar masalah yang mesti dibenahi. Sistem pendidikan tinggi terlalu lama berorientasi pada teori, bukan keterampilan aplikatif. Program magang sering sekadar formalitas administratif tanpa pengalaman praktis yang berdampak. Mahasiswa seharusnya berinteraksi langsung dengan dunia industri sejak di bangku kuliah. Sehingga, mampu menghadapi masalah riil di dunia kerja, bukan sekadar menyusun laporan penelitian.

BACA JUGA :  Melaju Dengan Kecepatan Tinggi, Mobil Penumpang mengalami kecelakaan dan Mengakibatkan Dua Penumpang Meninggal Ditempat

Bamsoet mengapresiasi berbagai terobosan yang telah dilakukan Kementerian Pendidikan melalui kebijakan Merdeka Belajar – Kampus Merdeka (MBKM). Program Magang dan Studi Independen Bersertifikat (MSIB) yang telah melibatkan lebih dari 500 ribu mahasiswa dan menggandeng lebih dari 2.000 perusahaan dinilai sebagai langkah besar untuk mempertemukan dunia kampus dan dunia kerja. Begitu juga dengan program Matching Fund yang pada tahun 2025 telah menyalurkan dana lebih dari Rp 2,3 triliun untuk kolaborasi riset antara perguruan tinggi dan industri.

“Langkah-langkah ini harus diperkuat. DPR siap mendorong regulasi agar kemitraan kampus, industri dan pemerintah, menjadi standar nasional. Jangan sampai kebijakan bagus berhenti di tataran konsep, tetapi tidak sampai di ruang kelas,” kata Bamsoet.

Wakil Ketua Umum Partai Golkar dan Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia ini juga menekankan pentingnya pendampingan pasca wisuda. Perguruan tinggi perlu membangun career center yang berfungsi aktif menjembatani lulusan dengan industri, startup, hingga lembaga riset. Kampus juga diminta rutin melakukan tracer study agar data serapan alumni bisa menjadi dasar perbaikan kurikulum.

BACA JUGA :  Kapolres Muara Enim Tinjau Langsung Lokasi Banjir di Lawang Kidul

“Data BPS tahun 2025 menunjukkan sekitar 55 persen pekerja Indonesia masih berada di level menengah ke bawah. Jika pendidikan tinggi gagal menciptakan mobilitas vertikal, maka bonus demografi justru bisa menjadi beban. Lulusan sarjana tidak cukup hanya memiliki ijazah. Mereka harus punya kemampuan belajar cepat, berpikir kreatif, dan adaptif terhadap teknologi baru,” tegas Bamsoet.

Wakil Ketua Umum/Kepala Badan Bela Negara FKPPI dan Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini mengingatkan, pergeseran struktur ekonomi global menuju era digital dan ekonomi hijau akan menuntut kualitas SDM yang sangat berbeda dibanding satu dekade lalu. Menurut World Economic Forum, sekitar 23 persen pekerjaan di dunia akan berubah bentuk akibat otomatisasi dan kecerdasan buatan. Namun pada saat yang sama, 69 juta jenis pekerjaan baru muncul yang membutuhkan keahlian digital, kemampuan analisis data, dan inovasi sosial.

“Generasi sarjana hari ini akan menjadi pengambil keputusan di tahun 2045. Dua dekade ke depan, mereka akan menentukan apakah Indonesia benar-benar menjadi negara maju atau tertinggal di gelombang perubahan. Karena itu, wisuda tidak boleh menjadi titik akhir, melainkan titik awal tanggung jawab baru,” pungkas Bamsoet. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *