Berita  

Anggota DPRD Di Bima Diduga Kerjakan Proyek Pokir Sendiri, Haris: Pokir Dikerjakan Sendiri Nama Perusahaan Hanya Dipinjam

Kota Bima-NTB, Barometer99.com- Di balik geliat pembangunan gang, pagar kuburan, hingga jalan paving di Kota Bima, tersimpan praktik yang diduga melibatkan langsung para wakil rakyat di balik meja proyek.

Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Kota Bima membongkar dugaan bahwa sejumlah anggota DPRD Kota Bima justru menjadi pelaksana proyek hasil pokok pikiran (pokir) mereka sendiri.

Praktik ini tentunya dianggap menabrak etika dan aturan pengadaan barang dan jasa pemerintah.

Dalam penelusuran media ini, indikasi tersebut mencuat setelah pernyataan tegas dari Sekretaris Gapensi Kota Bima, Muhamad Haris, yang menyebut sebagian besar proyek pokir diduga dikerjakan langsung oleh oknum anggota dewan dengan meminjam bendera perusahaan kontraktor lokal.

BACA JUGA :  Polisi Amankan 7 Pria di Kecamatan Lingsar Lombok Barat

“Rata-rata pokir dikerjakan sendiri. Nama perusahaan hanya dipinjam,” ungkap Haris kepada wartawan.

Menurut Haris, modus yang digunakan cukup sistematis, proyek-proyek dengan nilai kecil hingga menengah seperti paving blok, pagar kuburan, dan rabat gang disebar dalam beberapa paket.

Selanjutnya, paket ini dititipkan melalui sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD), terutama Dinas PUPR dan Dinas Dikpora.

“Kalau mau lebih jelas, ke PUPR dan Dikpora. Rata-rata pokir mereka di sana,” ujarnya.

Dari hasil penelusuran Gapensi, setiap anggota DPRD Kota Bima disebut memiliki alokasi pokir sekitar Rp 1 miliar per tahun yang bersumber dari APBD.

Dana tersebut dipecah menjadi beberapa proyek kecil agar bisa dikerjakan dengan skema penunjukan langsung (PL) yang kini batas maksimalnya telah naik menjadi Rp400 juta per paket.

BACA JUGA :  Mulai dari Alutsista Modern, Edukasi, Hingga Hiburan Rakyat, TNI AD Fair 2025 Siap Meriahkan Pintu Timur Silang Monas

Kontraktor Asli Menganggur, Dewan Jadi Pelaksana

Kondisi ini, menurut Haris, membuat banyak kontraktor lokal kehilangan pekerjaan. Ia menilai, peran kontraktor kini hanya sebatas penyedia “bendera perusahaan” yang disewa untuk melancarkan proyek milik oknum dewan.

“Sudah puluhan tahun saya di Gapensi, tidak pernah ada anggota yang dapat proyek pokir. Sekarang kontraktor banyak yang menganggur,” keluhnya.

Haris juga menyoroti dampak sosial dan ekonomi dari praktik tersebut. Para pelaku jasa konstruksi lokal yang seharusnya menjadi tulang punggung pembangunan daerah, justru kini hanya bertahan hidup dari fee kecil hasil pinjam nama perusahaan.

BACA JUGA :  Peringati HUT ke-77, Satuan TNI Garnizun Pontianak Ziarah ke Taman Makam Pahlawan

“Kasihan anggota kami. Mereka tidak bisa bersaing karena proyeknya sudah diatur. Kalau tidak meminjam bendera perusahaan, mustahil bisa dapat proyek,” tegasnya.

Tanggung Jawab Siapa?

Sejumlah pihak mendesak agar Inspektorat, Aparat Penegak Hukum (APH), serta lembaga antikorupsi turun melakukan audit menyeluruh terhadap aliran dana pokir di Kota Bima.

Transparansi pengelolaan dana aspirasi rakyat dinilai menjadi langkah awal untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap lembaga legislatif.

“Pokir itu seharusnya menjadi alat perjuangan aspirasi rakyat, bukan alat memperkaya diri,” pungkas Haris dengan nada getir. (*).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *