Mataram-NTB, Barometer99.com- Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Koordinator Wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB) membeberkan dugaan mega korupsi dalam pengadaan alat peraga Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) 2025 Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah.
Ketua MAKI NTB, Heru Satriyo, dalam konferensi pers di Resto Piring Kosong, Batu Layar, Senin (15/9/2025), mengungkap adanya rekayasa Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang diduga dipaksakan oleh pabrikan. Menurutnya, sejumlah sekolah penerima manfaat mengaku tidak dilibatkan penuh dalam penentuan kebutuhan.
“Kami sudah turun langsung ke beberapa SMK, seperti SMKN 3 Mataram, SMKN 2 Kuripan, hingga SMKN 2 Selong. Dari hasil sampling, jelas terlihat alat yang datang ke sekolah berbeda dengan kebutuhan awal. RAB yang turun ke sekolah ternyata berasal dari pabrikan, bukan dari usulan sekolah,” kata Heru.
Ia menilai pola ini menjadi pintu masuk praktik korupsi. “Kami menemukan potensi adanya pemaksaan RAB pabrikan. Alat yang didistribusikan dipatok sesuai kepentingan vendor, bukan kebutuhan siswa. Ini yang kami sebut sebagai skema permainan yang sistematis,” tegasnya.
Heru juga mengungkap adanya dugaan gratifikasi berupa cashback besar dari pabrikan dan distributor. Dari hasil penelusuran, cashback yang diberikan kepada oknum-oknum tertentu mencapai 30–35 persen.
“Bayangkan, jika satu unit alat senilai Rp1 juta, maka Rp300 ribu langsung hilang untuk cashback. Bagaimana mungkin alat yang dibutuhkan siswa bisa berkualitas jika sejak awal sudah dipotong sebesar itu?” ujar Heru.
Ia menyebut sebagian besar alat yang masuk ke sekolah adalah barang impor asal Tiongkok, sekitar 80 persen dari total item. Dari investigasi yang dilakukan, MAKI memperkirakan potensi kerugian negara akibat praktik ini mencapai Rp39,2 miliar.
Heru menegaskan, selain merugikan negara, praktik ini juga mengancam mutu pendidikan vokasi. “Dana pendidikan itu amanah rakyat. Jika dipakai untuk memperkaya segelintir pihak, maka yang dikorbankan adalah masa depan lulusan SMK kita,” ucapnya.
Dalam paparannya, MAKI NTB juga menyinggung masalah teknis pengadaan. Banyak alat yang masuk ke sekolah tidak jelas garansinya, bahkan sulit mendapatkan suku cadang di NTB. Padahal, sesuai ketentuan teknis, setiap alat wajib disertai garansi minimal satu tahun serta jaminan ketersediaan suku cadang hingga tiga tahun.
“Ini persoalan serius. Kalau barang rusak, sekolah kesulitan memperbaikinya. Akhirnya alat hanya menumpuk di gudang. Kasus serupa pernah terjadi pada 2017 dan terulang kembali sekarang,” ungkap Heru.
Lebih jauh, ia menyebut MAKI sudah mengidentifikasi beberapa inisial pihak yang diduga bermain dalam proyek ini. “Kami sudah kantongi data. Ada inisial U, F, dan M yang terhubung dengan rekanan besar. Temuan ini segera kami serahkan ke aparat penegak hukum,” jelasnya.
MAKI berharap temuan ini menjadi alarm bagi pemerintah provinsi NTB dan aparat hukum agar tidak main-main dengan dana pendidikan. “Kami minta sekolah penerima manfaat berani menolak alat yang tidak sesuai kebutuhan. Kami juga mendesak aparat untuk bertindak tegas, karena dunia pendidikan kita tidak boleh terus-menerus dikorbankan,” pungkas Heru. (*)