Lombok Barat-NTB, Barometer99.Com- Menanggapi sorotan dan kritik dari DPRD Lombok Barat, pihak RSUD Tripat akhirnya angkat bicara soal isu utang rumah sakit yang belakangan menjadi polemik publik. Wakil Direktur RSUD Tripat, dr. H. Kaspan, memberikan klarifikasi atas kondisi keuangan lembaga layanan kesehatan tersebut.
Sebelumnya, persoalan keuangan di RSUD Tripat dan RS Awet Muda Narmada menjadi sorotan setelah keduanya dilaporkan masih menanggung utang, meskipun mencatatkan pendapatan miliaran rupiah melalui skema Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Situasi ini memicu keprihatinan DPRD yang menuntut keterbukaan dalam pengelolaan anggaran rumah sakit.
Wakil Ketua Komisi IV DPRD Lombok Barat, Syamsuriyansyah, menyatakan keheranannya atas kondisi tersebut. Dengan pendapatan yang dilaporkan mencapai lebih dari Rp150 miliar, ia menilai kedua rumah sakit seharusnya mampu menjalankan operasional tanpa perlu bergantung pada utang.
Menanggapi hal itu, dr. Kaspan (mewakili direktur utama yang berhalangan) menjelaskan bahwa pengelolaan keuangan rumah sakit BLUD berbeda dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) pada umumnya. Jika di OPD dana tersedia di awal sebelum dibelanjakan, maka di RSUD Tripat, dana harus dicari terlebih dahulu melalui optimalisasi pelayanan.
“Beda dengan OPD, Pak. Kalau di OPD dananya ada dulu baru bisa dibelanjakan. Sementara kami justru harus mencari dananya terlebih dahulu,” ujar Kaspan saat ditemui diruangannya sabtu, (26/7).
Kaspan menjelaskan bahwa target anggaran dalam Rencana Bisnis Anggaran (RBA) disusun berdasarkan analisis atas potensi pemasukan yang realistis, bukan dana yang sudah tersedia.
“Kalau pemasukan rumah sakit rata-rata Rp10 miliar per bulan, maka dalam setahun kami bisa menargetkan RBA sebesar Rp150 miliar. Itu sah-sah saja karena sifatnya rencana. Apakah uangnya sudah ada? Belum tentu. Maka dari itu, kami membuka layanan yang optimal agar pemasukan bisa meningkat,” jelasnya.
Terkait utang yang menjadi sorotan, Kaspan menegaskan bahwa total utang RSUD Tripat sebelumnya mencapai Rp52 miliar. Namun, saat ini hanya tersisa sekitar Rp11 miliar yang belum dibayarkan.
“Kami menargetkan utang itu bisa lunas pada bulan September, tentu tergantung pemasukan. Apalagi saat ini nilai klaim BPJS menurun sekitar 20 persen dibanding tahun sebelumnya. Hampir semua rumah sakit mengalami hal serupa,” ungkapnya.
Lebih lanjut, ia menyebutkan bahwa sekitar 95 persen sumber pemasukan RSUD Tripat berasal dari klaim BPJS, yang pencairannya memerlukan waktu beberapa bulan. Untuk mempercepat pelunasan utang, rumah sakit melakukan langkah efisiensi, terutama di sektor farmasi, yang menjadi komponen utang terbesar.
“Salah satu solusi kami agar bisa membayar utang adalah efisiensi” tambah Kaspan.
Dengan penjelasan tersebut, pihak RSUD Tripat berharap publik dan para pemangku kepentingan memahami tantangan pengelolaan keuangan rumah sakit yang berbasis layanan dan bergantung pada pola klaim dari BPJS Kesehatan. (*).