Barometer99, Mataram-NTB- Buntut dugaan kasus rekayasa data dalam peserta yang mengikuti kelulusan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) kabupaten bima tahun 2024. Kini kasus tersebut resmi dilaporkan di Polda NTB.
Tidak hanya itu, ternyata kasus dugaan pidana korupsi penyalahgunaan APBD bagi tunjangan tenaga honorer dilingkup Kabupaten bima ikut dilaporankan juga. Laporan tersebut sebagai Tanda Bukti Terima Laporan Pengaduan nomor: TBLP/28/I/2025/Ditreskrimum Polda NTB.
Arif Kurniawan (pelapor, red) membenarkan atas laporan tersebut pada saat dikonfirmasi media Barometer99 di Polda NTB seusai memberikan laporannya.
“Kedatangan kami di Polda NTB melaporkan secara resmi kasus skandal dugaan dengan adanya indikasi kecurangan terhadap seleksi P3K tahun 2024 yang dilakukan oleh Pemkab Bima,” ujarnya Arif di Polda NTB, Selasa, 21/1/2025.
Menurutnya, kasus tersebut diduga ada tindakan konstitusional yang dilakukan oleh panitia seleksi daerah (Panselda) kabupaten Bima sampai pada tingkat bawah.
Kendati kasus yang dilaporkan, Ia mengatakan, tindakan tersebut mulai dari tenaga honorer yang tidak terkafer di database Aparatur Sipil Negara (ASN) maupun yang dianggap tenaga honorer diduga adalah tenaga honorer siluman yang diberikan soket atau sppjm oleh dinas-dinas terkait atau UPTD yang kemudian menggugurkan nasib maupun harapan bagi tenaga-tenaga pemutusan hubungan kerja 2 (PHK2) yang sudah puluhan tahun mengabdi.
“Ada banyak korban atas kecurangan yang dilakukan oleh Panselda terhadap para honorer atau masyarakat yang sudah puluhan tahun mengabdi,” tegasnya.
Ia merasa peduli dan prihatin dengan situasi yang sedang dialami oleh para honorer (Korban), kemudian tidak ada langkah konkrit yang diberikan oleh Panselda itu sendiri.
Dikatakan Arif, salah satu contoh di Pemerintah Kota (Pemkot) Bima ketika mereka menemukan peserta yang lolos yang tidak memenuhi syarat atau peserta yang sudah di umumkan lolos, maka mereka mengambil langkah konkrit untuk membatalkan atau menganulir hasil tersebut.
“Namun, Panselda kabupaten Bima sendiri tidak seperti itu,” sesalnya.
Dugaan kasus jual beli jabatan (SK) juga terjadi dilingkup pemerintah kabupaten bima. “Jual beli jabatan ini dihargai dengan rata-rata Rp30 juta sampai Rp50 juta perorang atau per SK,” kata Arif.
Ironisnya, honorer-honorer siluman ini tidak mengabdi, di kantor ataupun instansi manapun mereka bisa lolos.
“Sebanyak 540 orang/Honorer tidak lolos dalam THK2 ini sedangkan yang terdaftar di BKN sebanyak 3233 orang/Honorer,” bebernya.
Tidak hanya itu, dugaan yang diprioritaskan oleh Panselda Bima, berdasarkan relasi keluarga, politik, dan pengurus partai politik, serta pernah menjadi Caleg legislatif yang lolos P3K.
“Kami terus berjuang sampai ke Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB), Badan Kepegawaian Negara Republik Indonesia (BKN RI) bahkan Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia (Mendagri RI) untuk memperhatikan kembali karena nasib THK2, yang mengabdi sudah puluhan tahun,” tandasnya.
Ia meminta kepada Kapolda melalui Dirkrimsus Polda NTB agar mengatensi khusus laporan kami yang masuk.
“Kerena kasus menyangkut nasib dan masa depan tenaga honorer yang mengabdi sudah puluhan tahun,” harapannya.
Informasi sebelumnya, Sekretaris Daerah Kabupaten Bima meminta kepada para peserta tes PPPK yang merasa dirugikan untuk menyampaikan laporan keberatan.
Menindaklanjuti surat Sekretaris Daerah selaku Ketua Panitia Seleksi Daerah (Panselda) yang meminta kepada para peserta tes PPPK yang merasa dirugikan untuk menyampaikan laporan/keberatan hingga Minggu 12 Januari 2025 sudah 44 Laporan atau keberatan berkaitan dengan pengumuman hasil tes PPPK pada sejumlah formasi yang ada.
Pelaksana Tugas (Plt) kepala BKD Kabupaten Bima Laily Ramdhani, menjelaskan, menindak lanjuti laporan yang masuk tersebut, saat ini Tim Inspektorat Kabupaten Bima tengah melakukan proses pemanggilan pihak-pihak terkait.
“Tahapan selanjutnya akan dilakukan verifikasi lapangan ke unit kerja yang berkaitan dengan laporan yang disampaikan tersebut untuk melakukan pencocokan dokumen yang ada,” bebernya.
Ia juga menghimbau agar peserta yang merasa dirugikan pasca pengumuman hasil tes PPPK tersebut memanfaatkan sisa waktu yang ada hingga tanggal 15 Januari 2025 untuk melaporkan dan segera ditindaklanjuti melalui pemeriksaan Inspektorat.
Setelah pemanggilan dan verifikasi lapangan, akan dilakukan ekspose/pemaparan hasil pemeriksaan untuk disampaikan kepada Panselda yang selanjutnya akan kembali melakukan review terhadap aduan yang ada untuk dilanjutkan kepada Panitia Seleksi Nasional (Panselnas),” pungkasnya.
Dikatakannya juga, menindaklanjuti laporan dan keberatan tersebut panselda dan tim inspektorat menerapkan prinsip kehati-hatian agar tidak terjadi kekeliruan dalam penyampaian rekomendasi selanjutnya. (Red).