PERBANKAN DAN LINGKUNGAN HIDUP

Barometer99– Musi Banyuasin Sumsel- Pemerintah sudah sering menyuarakan pentingnya ekonomi hijau. Apalagi, isu ekonomi hijau termasuk salah satu topik G-20 di bawah presidensi Indonesia. Perbankan merupakan salah satu institusi yang memiliki peran strategis dalam pengembangan pembiayaan ekonomi hijau.

Di negara-negara sedang berkembang, China, Nigeria, dan Bangladesh adalah negara yang aktif mendorong peran institusi jasa keuangan untuk berinovasi produk-produk investasi berkelanjutan.
Di China, mereka melalui Bank Sentral mengembangkan kebijakan kredit hijau. Kebijakan ini kerja sama tingkat tinggi antara Kementerian Lingkungan Hidup, China Banking Regulatory Commission, dan Bank Sentral China. Nigeria tidak ketinggalan dari China. Bank Sentral Nigeria pada 12 September 2012 mengeluarkan edaran berisi instruksi tentang implementasi prinsip bank berkelanjutan untuk lembaga keuangan.

Sementara Bangladesh memulai proses adopsi konsep lembaga keuangan yang berkelanjutan pada 2011 saat bank sentral negara tersebut mengeluarkan petunjuk teknis tentang bank berkelanjutan (Poppy Ismalina, 2017).

Di negara kita, lembaga yang memiliki kewenangan mengawasi dan mengatur institusi jasa keuangan adalah Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Pada tahun 2015, OJK menerbitkan Peta Jalan Keuangan Berkelanjutan yang diperpanjang hingga tahun 2025 yang mencakup rencana jangka menengah dan jangka panjang untuk mengembangkan pembiayaan yang mendukung pembangunan berkelanjuatan.

Tahun 2017, OJK menerbitkan peraturan tentrang keuangan berkelanjutan yang disebut POJK Keuangan Berkelanjutan. Aturan ini merupakan aturan yang lebih rinci dan mengikat di dalam mendorong pelaksanaan keuangan berkelanjutan di Indonesia. POJK Keuangan Berkelanjutan mengamanatkan OJK untuk mengawasi dan mengatur institusi jasa keuangan berkelanjutan dalam aktivitas bisnisnya.

Tugas OJK dalam kaitan dengan investasi hijau adalah bagaimana OJK dapat mengawasi pelaku sektor jasa keuangan agar tidak “menyediakan produk ataupun pembiayaan pada aktivitas bisnis yang tidak mendukung pertumbahan ekonomi, keadilan sosial, dan peningkatan kualitas.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga sudah meliris Taksonomi Hijau ayang diharapkan menjadi panduan industri jasa keuangan dalam pendanaan ekonomi hijau. Berdasarkan data OJK, total pinjaman terkait dengan keuangan berkelanjutan tercatat sebesar 55,9 miliar dollar AS atau setara Rp 809,75 triliun. Hampir 50 persen bank yang mewakili 90 persen dari total aset pasar perbankan Indonesia menunjukkan komitmen menerapkan keuangan berkelanjutan.

Namun tidak semua bank berkomitmen untuk mendukung pembiayaan berkelanjutan. Contoh paling nyata, minimnya dukungan bank-bank BUMN yang notabene milik negara dalam aksi iklim. Faktanya, bank-bank BUMN justru terlibat sindikasi pembiayaan proyek-proyek energi kotor batubara skala masif yang menghancurkan ekologi. Hal ini bertentangan dengan komitmen untuk menerapkan praktik keuangan berkelanjutan dan tak memberikan pembiayaan kredit kepada usaha yang merusak lingkungan (Tajuk Kompas, 5/3/2022).

Sudah banyak suara masyarakat yang menyerukan agar bank-bank BUMN menghentikan pendanaan ke energi kotor batubara. Pada Desember 2021, koalisi #bersihkan Indonesia, gabungan ormas sipil yang bertujuan mengajak masyarakat untuk aktif mendorong perubahan kebijakan energi dan lingkungan kepada para CEO bank BUMN agar menghentikan pendanaan ke sektor batubara.

Sebelumnya, komunitas mahasiaswa fossil free kampus Indonesia, yang dimotori mahasiswa UI dan UGM juga telah membuat petisi kepada BNI agar menghentikan pendanaan ke batubara. Namun, semua suara itu seperti membentur dinding-dinding ruang kerja mewah para CEO bank BUMN.

Padahal, jika membaca Sustainability Report bank-bank BUMN itu, mereka telah berkomitmen ikut serta dalam mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK), penyebab krisis iklim. PT Bank Mandiri (Persero) Tbk berkomitmen memberikan pembiayaan lanjutan di sektor lingkungan, sosial, dan tata kelola (environmental, social, and Governance/ESG) melalui repurchase agreemenrt (Repo). Transaksi ESG Repo merupakan inisiatif strategis tidak hanya memperkuat struktur pendanaan perseroan, tetapi juga mengimplementasikan Rencana Aksi Keuangan Berkelanjutan secara konsisten. PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk juga memberikan pendanaan yang berwawasan lingkungan.

Menurut Ahmad Solichin Lutfiyanto, Direktur Kepatuhan BRI, BRI berkomitmen menerapkan prinsip keuangan berkelanjutan dalam seluruh akativitas bisnis untuk memberikan nilai-nilai keberlanjutan kepada seluruh pemangku kepentingan.
Sementara itu, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Menurut Silvano Rumantir, Direktur Corporate Banking, BNI memberikan insentif hijau kepada debitur yang menurunkan emisi karbon baik itu berupa penurunan suku bunga, pelonggaran waktu pinjaman, maupun penambahan fasilitas kredit bagi debitur yang termasuk pada sektor hijau tersebut (Kompas, 18/4/2022). BNI menjadi bank pertama yang menerbitkan green bond atau obligasi hijau berdenominasi rupiah dengan nilai hingga Rp 5 triliun.

Namun, nama BNI ternyata disebut dalam laporan Urgewald, sebuah organisasi di Jerman, sebagai salah satu dari enam bank di Indonesia yang masih memberikan pinjaman kepada perusahaan batubara (Firdaus Cahyadi, 2021).

Saat ini, sejumlah negara Uni Eropa memang sedang melakukan transisi energi melalui komitmen untuk mengurangi atau tidak membiayai proyek yang bersumber dari energi fosil. Kendati demikian, menurut Bisman Bhaktiar, Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (Pushep), langkah tersebut hanya dilakukan oleh bank-bank internasional yang mengikuti kebijakan Uni Eropa. Sementara di Indonesia belum ada bank yang menerapkan kebijakan itu karena tidak ada larangan apapun dari pemerintah Indonesia bagi perbankan yang membiayai bisnis batubara.

Ditulis Oleh: Mahendra Kusuma, SH, MH dan Dr. Sisnayati, ST, MT
(Dosen Universitas Tamansiswa Palembang)

Editor: Msa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *