Kota Sorong PBD, Barometer99.com, (19/12/25) — Di ruang kelas sederhana SMP Negeri 4 Kota Sorong dan SD Negeri 41 Saoka, suara masa depan Indonesia bergema dengan jujur dan apa adanya. Di hadapan Utusan Khusus Presiden Republik Indonesia Bidang Pariwisata, Zita Anjani, anak-anak Papua menyampaikan kisah hidup mereka—tentang perjalanan panjang menuju sekolah, keterbatasan fasilitas belajar, hingga harapan sederhana untuk bisa belajar dengan tenang, bergizi cukup, dan penuh semangat.
Tanpa keluhan dan tanpa drama, cerita-cerita itu mengalir apa adanya. Anak-anak dari wilayah pesisir Saoka hingga pusat Kota Sorong menuturkan realitas keseharian mereka dengan keteguhan yang menggetarkan. Mereka tetap hadir di sekolah, tetap belajar di tengah keterbatasan, dan tetap menyimpan mimpi besar tentang masa depan.
“Sekolah bagi kami bukan hanya tempat belajar, tapi tempat untuk berharap,” ungkap salah satu siswa, mewakili suara banyak anak Papua yang mendambakan ruang aman untuk tumbuh, percaya diri, dan berani bercita-cita.
Zita Anjani menyimak setiap cerita dengan penuh empati. Ia menyampaikan rasa hormat dan kekagumannya atas semangat belajar anak-anak Sorong yang tetap menyala meski dihadapkan pada tantangan nyata. Menurutnya, suara anak-anak Papua adalah cermin paling jujur tentang kondisi pembangunan Indonesia hari ini.
“Kekuatan bangsa ini terletak pada keberanian anak-anaknya untuk bermimpi, bahkan dalam keterbatasan. Dari ruang kelas inilah masa depan Indonesia dibentuk,” ujar Zita Anjani dalam pertemuan tersebut.
Kunjungan ini, menurut Zita, menjadi pengingat penting bahwa pembangunan pariwisata tidak dapat dipisahkan dari pembangunan manusia. Papua Barat Daya yang kaya akan keindahan alam dan budaya hanya akan benar-benar maju jika generasi mudanya mendapatkan pendidikan yang layak, inklusif, dan berpihak pada kebutuhan anak-anak.
Ia menegaskan, investasi terbesar bangsa bukan hanya pada infrastruktur fisik, tetapi pada kualitas manusia—terutama anak-anak di wilayah timur Indonesia yang selama ini menghadapi tantangan geografis dan keterbatasan akses.
“Jika kita ingin Papua menjadi wajah Indonesia di mata dunia, maka anak-anak Papua harus lebih dulu mendapatkan kesempatan yang adil untuk tumbuh, belajar, dan bermimpi,” tambahnya.
Dari bangku-bangku sekolah sederhana di Sorong, sebuah pesan kuat dikirimkan ke tingkat nasional hingga global: masa depan Indonesia sedang duduk di ruang kelas, sedang belajar dengan penuh harap, dan sedang menunggu kehadiran negara untuk menjaganya bersama.
Kunjungan Utusan Khusus Presiden ini menjadi simbol bahwa suara anak-anak Papua bukan suara pinggiran, melainkan suara utama yang harus didengar dalam perjalanan Indonesia menuju masa depan yang berkeadilan dan berkelanjutan.
(TK)












