Semarang, Barometer99.com – Menteri Hukum (Menkum), Supratman Andi Agtas, menekankan pentingnya memiliki pengetahuan dan pemahaman awal yang benar dalam memulai suatu bisnis. Menurutnya, perlindungan hukum yang kuat sejak awal akan meniadakan kekhawatiran terhadap potensi masalah atau jeratan hukum di kemudian hari.
Pernyataan ini disampaikan oleh Supratman saat menjadi pembicara dalam Podcast What’s Up Kemenkum Campus Calls Out di Universitas Diponegoro (Undip) Jawa Tengah. Podcast yang untuk kali perdana digelar secara offline – setelah sebelumnya memiliki 23 tayangan di channel YouTube Kemenkum RI – ini secara khusus ditujukan untuk memberikan pendidikan dini kepada mahasiswa mengenai aspek legalitas dan keamanan dalam berbisnis.
“Bukan cuma penting, (selain) ini sudah menjadi bagian dari komunitas internasional, kalau kita berikan informasi yang terkait dengan beneficial owner (pemilik manfaat) ini lebih dini (kepada mahasiswa), apalagi (bagi) mereka yang (sudah) memulai (bisnis) nanti kalau (bisnis) mereka menjadi sudah lebih besar lagi, itu akan jauh lebih mudah, lebih aman, safe,” ujar Menkum di Muladi Dome Undip, Rabu (19/11/2025).
Pemilihan Undip sebagai lokasi podcast offline perdana bukan tanpa alasan. Pasalnya, lanjut Supratman, Undip telah banyak melahirkan tokoh-tokoh hukum terkemuka di Indonesia. Sebut saja dengan Prof. Satjipto Rahardjo, Dekan Fakultas Hukum Undip pada masanya, serta sebagai seorang guru besar emeritus dalam bidang hukum, dosen, dan penulis.
“Saya rasa nggak ada yang nggak pernah membaca bukunya (Prof. Satjipto Rahardjo). Siapa yang tidak mengenal Prof. Muladi? Beliau adalah mantan Menteri Kehakiman, senior saya, tokoh yang sangat saya kagumi. Alhamdulillah, akhirnya (berhasil mewujudkan) cita-cita beliau, bisa mewujudkan sebuah KUHP Nasional yang akan berlaku di 2 Januari yang akan datang. Luar biasa Undip,” ujar Supratman.
Sementara itu, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ivan Yustiavandana mengatakan bahwa penerapan beneficial owner justru memastikan keadilan bisnis.
Ivan menjelaskan bahwa ada pelaku bisnis yang menjalankan bisnisnya dengan mengandalkan goodwill (aset tak berwujud), yakni dengan memakai nama baik sendiri, dan menghitung untung rugi. Ada juga jenis pelaku usaha lain yang berbisnis tanpa memedulikan keuntungan, karena usahanya sebenarnya digunakan sebagai sarana pencucian uang.
Menurut Ivan, kondisi ini dapat membuat bisnis yang mengandalkan goodwill hancur, karena harus bersaing dengan usaha yang tidak memprioritaskan profit, dan bahkan bisa menjual dengan harga jauh lebih murah.
“Karena bukan itu tujuan dia berbisnis, itu gara-gara beneficial owner dibiarkan. Gara-gara pemilik entitasnya itu bisa sembunyi,” jelas Ivan.
Jika beneficial owner tidak diatur, para pelaku pidana, pelaku korupsi, pelaku illegal logging, pelaku illegal mining, akan dapat mendirikan perusahaan yang sama dengan orang-orang yang goodwill.
“Dia bisa dengan harga murah loh, karena dia nggak peduli dengan untung rugi. Dia untuk mencuci (uang) doang,” ujarnya.
Sedangkan Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda mengatakan di zaman yang serba digital dan transparan ini sangat membutuhkan akuntabilitas. Sehingga penting untuk sebuah bisnis dimulai dengan benar. Karena fundamental dari bisnis itu adalah kepercayaan dan reputasi.
“Modal bisnis itu sebenarnya bukan uang, tetapi nama baik, reputasi, dan kepercayaan. Kemudian harus bisa dilihat di akte perusahaannya, di laporan keuangannya, dari situ bisa mendatangkan investor, modal, pelanggan, proyek, cuan,” ujarnya.
Jadi kenapa penting untuk transparan, lanjut Sherly, karena pada akhirnya bisnis itu bisa besar jika ada modal. Modal itu ada banyak persyaratan dokumen yang harus dilengkapi, dan salah satunya harus sesuai dengan hukum yang berlaku saat ini.
“Begitu juga setiap pengembangan produk, investor besar, proyek besar, selalu membutuhkan akuntabilitas dari aktenya, dari laporan keuangan,” jelasnya.
Prof. Paramita Prananingtyas, Guru Besar Fakultas Hukum Undip mengatakan Undip memiliki program kewirausahaan bagi seluruh mahasiswanya. Selain memberikan banyak manfaat untuk mahasiswa, program ini membawa prestasi bagi Undip juga.
“Mata kuliah kewirausahaan itu ada di semua prodi. Kami mendorong mahasiswa untuk menjadi wirausahawan. Tapi satu hal yang harus dipegang, etika. Etika bisnis tetap utama. Jadi etika bisnis itu sudah diawali sejak awal menjadi pengusaha,” kata Paramita yang juga menjadi Ketua Lembaga Pengembangan dan Penjaminan Mutu Pendidikan (LP2MP) Undip.
“Transparansi itu nomor satu. Itu untuk mencegah penyalahgunaan. Eh, siapa tau, duit yang dititipin ke kamu hasil TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang). Kalau ada keterbukaan (dalam berbisnis), itu akan memunculkan kepercayaan,” tutupnya.
What’s Up Kemenkum Campus Calls Out adalah forum dialog publik Kementerian Hukum (Kemenkum) yang bertujuan meningkatkan literasi dan kesadaran hukum mahasiswa terkait regulasi di Indonesia.
Mengusung tema “Bisnis Kampus hingga Bisnis Miliaran”, acara ini menghadirkan Menkum, tokoh pemerintah, akademisi, dan pelaku industri kreatif untuk membahas integritas, akuntabilitas, serta risiko korupsi dan pencucian uang. Mahasiswa diajak memahami pentingnya transparansi kepemilikan manfaat (beneficial ownership) dalam dunia bisnis.
Kegiatan ini menghadirkan ±2.000 peserta, yang terdiri atas mahasiswa, dosen, pegawai Kemenkum, pelaku usaha muda, startup founders, dan masyarakat umum, baik luring maupun daring.
Melalui sesi talkshow dan diskusi interaktif, acara ini mendorong generasi muda membangun usaha yang taat hukum dan beretika, serta memperkuat kolaborasi antara pemerintah, kampus, dan pelaku usaha.
(Humas Kemenkum)




















