Sorong, Barometer99.com, Papua Barat Daya (10/11/25) – Keputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 83 PK/TUN/TF/2025 yang menghentikan aktivitas tambang PT Gema Kreasi Perdana (GKP) di Pulau Wawonii disambut antusias oleh Institut USBA sebagai kemenangan hukum dan moral bagi perjuangan lingkungan di Indonesia.
Direktur Institut USBA, Charles Imbir, dalam wawancara bersama media di Kota Sorong, menyatakan bahwa putusan ini menjadi cermin keberpihakan hukum terhadap rakyat dan lingkungan hidup. Ia menyebut, keberanian MA dalam memperkuat pembatalan izin tambang menjadi bukti nyata bahwa supremasi hukum dapat berjalan seiring dengan keadilan ekologis.
“Hukum hari ini telah menegaskan, keadilan ekologis bukan pilihan, melainkan kewajiban moral dan konstitusional,” kata Imbir.
Menurutnya, pelajaran dari Wawonii seharusnya menjadi momentum introspeksi nasional, terutama bagi pemerintah daerah dan investor, bahwa paradigma pembangunan berbasis ekstraksi sumber daya sudah saatnya diganti dengan pembangunan berbasis keberlanjutan.
Institut USBA menilai kondisi di Raja Ampat, Papua Barat Daya, kini menjadi “cermin besar” dari arah kebijakan ekologis nasional. Meski empat izin usaha pertambangan dikabarkan telah dicabut, namun pemerintah belum mempublikasikan SK resmi pencabutan, sebagaimana diungkap oleh KPK dalam laporan terbaru.
“Ketiadaan keterbukaan ini melemahkan kepercayaan publik. Pemerintah harus menunjukkan sikap tegas dan transparan,” tegas Imbir.
Ia juga menyoroti keputusan pemerintah yang kembali membuka izin operasi PT Gag Nikel di kawasan ekosistem laut paling sensitif dunia. Bagi USBA, langkah tersebut bertolak belakang dengan semangat pembangunan berkelanjutan yang diusung pemerintah pusat.
“Jika investasi menimbulkan kerusakan yang tak dapat dipulihkan, maka itu bukan pembangunan, melainkan kemunduran,” ujarnya.
Dalam pandangan Institut USBA, masa depan pembangunan di wilayah pesisir dan kepulauan Indonesia harus diarahkan pada transisi ekonomi biru yang melibatkan masyarakat adat, akademisi, dan pelaku usaha lokal.
Charles Imbir menegaskan bahwa pemerintah perlu:
Segera mengumumkan SK pencabutan IUP di Raja Ampat.
Menetapkan moratorium tambang baru di pulau kecil di bawah 2.000 km².
Menuntut tanggung jawab perusahaan tambang untuk reklamasi dan pemulihan ekosistem.
Mendorong pariwisata bahari, energi terbarukan, dan ekonomi kreatif berbasis budaya lokal sebagai sumber pertumbuhan baru.
“Kita tidak menolak pembangunan, tetapi menolak kerusakan yang mengatasnamakan pembangunan,” tegasnya.
Imbir menutup dengan pernyataan kuat bahwa,
“Wawonii telah memberi pelajaran berharga. Kini, dunia menatap Raja Ampat — apakah Indonesia benar-benar siap memimpin dengan keadilan ekologis dan keberanian moral.”
(Tim/Red)




















