Rencana Gubernur Aceh Tutup Seluruh Aktivitas Tambang Ilegal Menuai Penolakan dari Para Penambang Emas Tradisional

Aceh, Barometer 99.com – Rencana Gubernur Aceh, Muzakir Manaf (Mualem), menutup seluruh aktivitas tambang ilegal dalam dua pekan ke depan menuai penolakan dari para penambang emas tradisional di Aceh Selatan. Rizal, salah seorang penambang emas menilai kebijakan itu tergesa-gesa dan mengabaikan nasib masyarakat kecil yang menggantungkan hidup dari tambang.

“Kalau tambang emas ditutup tanpa solusi, bagaimana kami bisa makan. Banyak keluarga di sini hanya bergantung pada hasil tambang. Kami bukan mafia, kami rakyat kecil,” kata Rizal, Sabtu, 27 September 2025.

Rizal mendesak pemerintah menetapkan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) sebagai jalan tengah. Menurut dia, legalisasi tambang akan memberi kepastian hukum, membuka peluang penggunaan teknologi ramah lingkungan, sekaligus menambah pemasukan resmi daerah.

BACA JUGA :  Polres Pagar Alam Melakukan Giat Strong Point

Kami setuju dengan penertiban, tapi jangan diberangus. Kalau ada WPR, semua bisa diatur, diawasi, dan dipajaki,” ujarnya.

Rizal khawatir penutupan tanpa solusi alternatif memicu konflik horizontal dan memperparah kemiskinan di pedalaman. “Jangan sampai keputusan ini hanya menguntungkan segelintir perusahaan besar,” tegasnya.

Sebelumnya, Gubernur Aceh menegaskan tambang ilegal telah merusak hutan, sungai, dan menimbulkan kerugian daerah hingga Rp 2 triliun per tahun. Karena itu, ia memberi tenggat dua pekan bagi para penambang untuk menghentikan aktivitas dan mengeluarkan alat berat dari kawasan hutan.

BACA JUGA :  Latopsduk II TNI AL 2022, Memasuki Tahap Uji Rencana Operasi

“Semua aktivitas ilegal harus keluar dari hutan Aceh,” kata Mualem. Ia menegaskan, arah kebijakan pemerintah adalah menekan kerusakan lingkungan sekaligus menyiapkan regulasi agar tambang bisa dikelola sah oleh masyarakat maupun UMKM.

Penolakan penambang rakyat di Aceh Selatan ini menjadi dilema baru bagi pemerintah daerah yang harus menjalankan instruksi gubernur, namun berhadapan dengan aspirasi warga yang bertahan hidup dari tambang.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *