JAKARTA, Barometer99.com – Anggota DPR RI sekaligus Ketua MPR ke-15 dan Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo mendukung rencana pembuatan film nasional tentang Bung Hatta dan Jenderal Sudirman. Film ini bukan sekadar hiburan, melainkan sarana strategis memperkokoh rasa cinta tanah air dan penghargaan terhadap sosok pahlawan bangsa. Diharapkan generasi muda dapat memahami konteks sosial politik sejarah bangsa serta menumbuhkan karakter cinta tanah air melalui sinematografi.
“Indonesia membutuhkan lebih banyak film sejarah yang mampu menghidupkan kembali memori kolektif bangsa, khususnya di kalangan anak muda yang semakin jauh dari akar identitas nasional. Ini merupakan upaya strategis menyelamatkan narasi kebangsaan di tengah gempuran informasi global yang kerap mengikis rasa nasionalisme generasi muda,” ujar Bamsoet saat menerima Ikatan Keluarga Pahlawan Nasional Indonesia (IKPNI) di Jakarta, Minggu (20/7/25).
Hadir antara lain Meutia Hatta (Puteri Moh. Hatta), Antarini Malik (Puteri Adam Malik), Ganang P. Soedirman (Cucu Jenderal Soedirman), Melani Leimena Suharli (Puteri J. Leimena), Indah HA Soedadi (Cicit Wahidin Sudirohusodo), Roy R. Yamin (Cucu M. Yamin), Margareth E. Lukas (Keponakan Laksda. John Lie) serta Widowati Soedjoko (Cucu GSSJ Ratulangi).
Ketua DPR ke-20 dan Ketua Komisi III DPR RI ke-7 ini menjelaskan, nama Bung Hatta sebagai proklamator kemerdekaan bangsa Indonesia kerap tenggelam oleh figur-figur revolusioner lainnya. Padahal, Bung Hatta adalah sosok negarawan visioner. Seorang ekonom kerakyatan, demokrat sejati, dan tokoh moral yang memilih hidup sederhana meski memiliki posisi politik tertinggi sebagai Wakil Presiden pertama Republik Indonesia. Inilah pentingnya Bung Hatta harus “dihidupkan kembali” melalui media digital yang dekat dengan publik, yakni film nasional.
“Bung Hatta tidak hanya sosok pemberani, tetapi juga pemikir besar. Nilai strategis pemikiran Bung Hatta tentang demokrasi, keadilan sosial, dan ekonomi kerakyatan diyakini relevan bagi masa kini, terutama di tangan generasi Alfa dan Z,” kata Bamsoet.
Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia dan Wakil Ketua Umum/Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menambahkan, fakta dilapangan menunjukkan bahwa jarak generasi muda dengan sejarah bangsanya kian melebar. Survei Litbang Kompas pada tahun 2023 mengungkap bahwa hanya 34% responden muda usia 17–25 tahun yang mampu menyebut lima nama pahlawan nasional beserta peran sentral mereka secara tepat. Sementara lebih dari 60% responden mengaku lebih mengenal tokoh-tokoh populer dari luar negeri melalui media sosial dibanding tokoh sejarah Indonesia.
“Mengenang pahlawan tidak berarti memuja masa lalu secara membabi buta. Justru sebaliknya, nilai-nilai perjuangan itu harus dikontekstualisasikan dalam tantangan bangsa hari ini. Melawan ketidakadilan sosial, memperjuangkan pendidikan merata, menolak korupsi, hingga membela hak-hak minoritas adalah bentuk perjuangan modern yang berakar dari semangat para pahlawan,” pungkas Bamsoet. (*)