Berita  

Miris! Seorang Guru Lulus PPPK di Bima Ditolak Mengajar di SDN Rabakodo, Kuasa Hukum: Ini Kriminalisasi 

Bima-NTB, Barometer99.com- Dunia pendidikan kembali diuji dengan persoalan yang mengiris hati. Bukan soal minimnya fasilitas, bukan pula soal kurangnya murid, melainkan tentang bagaimana seorang guru perempuan, Ruwaidah, S.Pd ditolak secara sepihak oleh Rekan-rekan sesama guru di lingkungan SDN Inpres Rabakodo, Kecamatan Woha, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Kasus ini bukan sekadar persoalan pribadi antar individu, melainkan telah mencederai marwah profesi guru di Indonesia. Sebab bagaimana mungkin, di era di mana kita semua bersatu memperjuangkan mutu pendidikan, masih ada guru yang menolak sesama guru bukan karena persoalan profesionalitas, bukan pula karena pelanggaran aturan, melainkan hanya karena kepentingan pribadi dan sentimen yang sempit.

Kronologi Singkat: Lapor Diri Sesuai Aturan, Ditolak Secara Sepihak

Sebagaimana lazimnya aturan yang berlaku di bawah naungan Dinas Pendidikan (Dikpora) Kabupaten Bima, setiap guru yang ditempatkan di sekolah baru wajib melapor diri secara resmi kepada kepala sekolah dan seluruh jajaran guru. Proses ini sudah dilaksanakan oleh Ibu Guru Ruwaidah, dengan pendampingan langsung oleh kuasa hukumnya Ahmad.

BACA JUGA :  Kodim Dompu Berhasil Tangkap Bandar Dan Kurir Narkoba Di Desa Soro

“Beberapa hari lalu, kami datang dengan itikad baik. Kami diterima secara terbuka oleh Kepala Sekolah SDN Inpres Rabakodo. Tak hanya itu, pertemuan kedua bahkan dihadiri oleh seluruh guru yang menyatakan diri siap bekerja sama demi memajukan sekolah tersebut. Suasana kala itu tampak hangat, saling menghormati, dan tak ada tanda-tanda penolakan,” kata Ahmad, Minggu, (20/7/25).

Namun esok harinya, menurutnya, situasi berubah drastis dan tak terduga. Sekelompok guru yang hadir sebelumnya Tiba-tiba membuat pernyataan sepihak menolak Ibu Guru Ruwaidah untuk kembali mengajar.

Apa alasannya? Tidak ada. Tidak ada pelanggaran hukum, tidak ada masalah administrasi, tidak ada cacat moral, tidak ada pula kesalahan prosedur. Penolakan itu murni lahir dari faktor pribadi, sentimen, bahkan Bisik-bisik kecil yang tidak layak dijadikan alasan profesional dalam dunia pendidikan.

BACA JUGA :  Babinsa Guru Buta Aksara Seminggu Tiga Kali Mengajar

Kuasa Hukum Bertindak: Penolakan Tanpa Dasar Adalah Diskriminasi Terhadap Profesi Guru

Sebagai kuasa hukum, ia tidak akan tinggal diam. Dirinya telah menelusuri lebih dalam akar permasalahan ini. Penolakan tersebut tidak berdasar hukum, melainkan lahir dari kepentingan segelintir oknum yang merasa keberatan tanpa alasan rasional dan obyektif.

Penempatan Ruwaidah, adalah keputusan sah yang dikeluarkan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Bima. Dengan menolaknya, sama artinya dengan melecehkan kewenangan Dinas Pendidikan, melanggar etika profesi guru, dan merusak citra dunia pendidikan kita sendiri.

“Saya ingin menyampaikan pesan tegas, khususnya bagi para guru di seluruh pelosok negeri ini, jangan biarkan urusan pribadi mencemari martabat profesi guru. Tugas kita adalah mencerdaskan anak bangsa, bukan memusuhi rekan sejawat hanya karena rasa tidak suka yang tak berdasar. Jangan karena kepentingan kecil, kita mengorbankan masa depan generasi yang butuh keteladanan,” tutur dia.

Langkah Hukum Akan Ditempuh

Apabila tindakan diskriminatif ini terus berlanjut, dirinya sedang menyiapkan langkah hukum. Secara tegas, kuasa hukum akan membawa perkara ini ke ranah yang lebih serius, karena ini bukan hanya soal Ibu Guru Ruwaidah, tetapi tentang bagaimana hak-hak guru dihormati, dihargai, dan dilindungi oleh Undang-undang.

BACA JUGA :  Pawai Obor Jemaat Ebenheizer Mendapat Pengawalan Personil Polsek Sorong Barat

Ia menegaskan untuk tidak pernah lupakan hak seorang guru yang telah mengabdi dan dijamin undang-undang, dan siapapun yang menghalangi hak itu tanpa dasar yang jelas, berarti menabrak hukum.

Ahmad berharap, peran Pemerintah untuk mengembalikan martabat sekolah sebagai tempat menebar ilmu, bukan tempat bermusuhan.

“Kami berharap Dinas Pendidikan Kabupaten Bima, bahkan jika perlu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, memantau secara serius persoalan seperti ini. Jangan biarkan budaya saling menolak diantara guru berkembang liar tanpa dasar. Dunia pendidikan bukan milik segelintir orang, tapi milik Anak-anak bangsa yang mendambakan guru-guru yang kuat, saling mendukung. (*).

Foto ilustrasi diambil dari Google.com.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *