Barometer99, Mataram-NTB- Guru Besar Universitas Mataram (Unram) Prof. Dr. H. Zainal Asikin, S.H., SU, menyayangkan adanya pemberitaan soal temuan dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan NTB tahun 2023, terhadap Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Kota Mataram.
LHP yang dimaksud terkait kelebihan pembayaran atau bantuan iuran jaminan kesehatannya bagi peserta pekerja bukan penerima upah (PBPU), dan Bukan Pekerja (BP) di Kota Mataram diduga tidak tepat sasaran.
Kendati demikian, menurut Prof Asikin, menimbulkan tanda tanya besar siapa yang seharusnya bertanggungjawab terhadap data peserta asuransi.
“Lantas pertanyaan kita siapa yang bertanggungjawab atas validasi data,” kata Prof Asikin dikutip dari media Postkotantb,com, Kamis, 30 Januari 2025.
Kata Prof Asikin, BPJS Kesehatan tentunya memiliki standar dan mekanisme kerja yang ketat, khususnya dalam hal pembayaran klaim asuransi kesehatan peserta. Seharusnya sebelum pencairan, perusahan terlebih dahulu memastikan kembali validitas data dari dinas terkait.
“Saya melihat, ini ada kecerobohan, baik Pemkot Mataram maupun BPJS. Sehingga patut diduga ada kebocoran,” imbuhnya.
Berdasarkan LHP yang telah direview BPK Provinsi NTB, ulas Prof Asikin, bahwa total kelebihan pembayaran sebesar Rp.710 juta, kepada 1.278 peserta. Dengan rincian, sebesar Rp.73,7 juta untuk 245 peserta yang diketahui telah meninggal dunia.
Kemudian Rp.131 juta dibayarkan kepada 358 peserta berstatus pekerja tetap dan penerima upah (PNS, TNI-Polri, dan masyarakat berpenghasilan).
Mirisnya lagi, Pemkot Mataram juga diduga membayar BPJS Kesehatan terhadap peserta yang ternyata tidak ber-KTP (berdomisili) di Kota Mataram sebesar Rp.506 juta.
“BPJS Kesehatan ini kan sama seperti perusahaan asuransi. Apakah semudah itu mencairkan dana atas klaim yang diajukan Pemkot Mataram. Apakah tidak divalidasi dan klarifikasi data. Jangan-jangan memang ada permainan, semua dibayarkan tanpa klarifikasi,” singgungnya.
Ia menilai, dari LHP BPK Provinsi NTB menjadi barometer dugaan adanya kecorobohan yang disengaja dan menimbulkan kerugian negara. Baik oleh dinas terkait maupun pihak BPJS Kesehatan.
Belum adanya rekonsiliasi data, seharusnya tidak menjadi alasan mengingat saat ini, kondisi teknologi di Kota Mataram berkembang pesat, dan data peserta BPJS Kesehatan satu sistem dengan N.I.K.
“Kalau tidak segera diselesaikan validasi data peserta, maka pembayaran yang lebih akan mengalami pembengkakan,” sesalnya.
Ia mendesak agar Pemkot Mataram melalui dinas terkait dan BPJS Kesehatan dapat segera mengembalikan kelebihan pembayaran tersebut dengan menggunakan rekomendasi inspektorat. Jika sebaliknya, ini bisa masuk ranah tindak pidana korupsi.
“Kan sudah memunculkan kerugian negara. Bisa-bisa ini kerugian yang disebabkan secara bersama-sama. Ada Dukcapil, Dikes, dan BPJS Kesehatan. Makanya update data harusnya tiap tahun. Kalau tidak didata secara baik, rugi negara kita,” tandasnya.
Informasi sebelumnya, belanja atau pembayaran iuran dan bantuan iuran Jaminan Kesehatan Bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) di Kota Mataram tercatat tidak tepat sasaran sebesar Rp710 juta.
Iuran jaminan Kesehatan atau BPJS kesehatan kelas 3 yang dibayar oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah tersebut ternyata masih dinikmati oleh PNS, TNI Polri dan masyarakat yang sudah bekerja dan mendapat penghasilan.
Hal itu terungkap dari temuan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan NTB dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Kota Mataram tahun anggaran 2023.
Pemerintah Kota Mataram melalui Dinas Kesehatan pada tahun 2023 masih membayar premi BPJS kesehatan untuk masyarakat yang berstatus pekerja dan mempunyai penghasil seperti PNS, TNI Polri, dokter, guru, karyawan BUMN, apoteker, arsitek, dosen dan perangkat desa.
Pembayaran tidak tepat sasaran tersebut senilai Rp131 juta untuk 358 peserta yang berstatus pekerja tetap dan memiliki upah. Padahal sesuai aturan ini tidak diperbolehkan.
Pemkot Mataram juga membayar BPJS kesehatan untuk masyarakat yang tidak ber-KTP Kota Mataram senilai Rp506 juta.
Berdasarkan reviu atas dokumen kepesertaan PBPU dan BP dari BPJS kesehatan, data domisili peserta pada daftar kepesertaan tahun 2023, diketahui terdapat 1.278 peserta PBPU dan BP yang merupakan penduduk di luar Kota Mataram.
Kelebihan pembayaran premi BPJS kesehatan juga dilakukan pada 245 orang warga yang sudah meninggal dunia dengan nilai Rp73,7 juta.
Data yang diperoleh dari bagian pengelolaan administrasi kependudukan pada Kementerian Dalam Negeri RI melalui Dukcapil, diketahui 245 orang peserta yang dibayarkan BPJS kesehatan nya telah meninggal dunia.
Setiap peserta BPJS Kesehatan dibayarkan oleh pemerintah sebesar Rp37.800 per bulan.
Atas temuan tersebut BPK merekomendasikan agar Pemkot Mataram melakukan validasi data kepesertaan PBPU dan BP setiap bulan dengan koordinasi kepada Dinas Dukcapil dan lintas sektor.
Melakukan rekonsiliasi bersama BPJS kesehatan dengan menyandingkan data kepesertaan PBPU dan BP by name by nomor induk kependudukan.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Mataram, dr. H. Emirald Isfani, MARS, MH, CMC, FISQua, pada tahun lalu mengatakan bahwa temuan tersebut disebabkan ada data yang belum dilakukan rekonsiliasi antara BPJS Kesehatan, Dinas Sosial dan Dukcapil.
Ia menjelaskan pengembalian kelebihan pembayaran senilai ratusan juta tersebut akan dikembalikan oleh BPJS Kesehatan, tetapi tidak berupa uang.
Namun akan dipotong untuk pembayaran BPJS Kesehatan selanjutnya. “Jadi kita anggap itu pembayaran selanjutnya dari Pemkot Mataram,” ujarnya.
Namun hingga hari ini proses pengembalian dana ratusan juta tersebut belum juga selesai. Malah Pemkot Mataram melalui Inspektur Inspektorat Kota Mataram hanya mengatakan bahwa proses nya on Proses.
Saat dikonfirmasi melalui whatsapp, Inspektur Hj Baiq Nelly Kusumawati, cuma mengatakan bahwa sedang on proses. Bahkan pada saat didatangi di kantor Baiq Nelly mengatakan sedang Vicon bersama pejabat Pemkot.
Hingga saat ini belum ada jawaban yang jelas terkait sampai mana progres pengembalian dana BPJS Kesehatan yang tidak sesuai tersebut dan sejumlah temuan BPK lainnya.
Hingga berita ini diturunkan, Kepala Dinas Kesehatan Kota Mataram belum bisa dikonfirmasi. (Red).