Berita  

Dunia Bukan Hanya Mendengarnya, Tapi Mendengarkannya

Barometer99.com – Bapak Ir H Joko Widodo Presiden Ke 7 RI berdiri di panggung Bloomberg New Economy Forum bukan sebagai “tamu pinggiran” seperti yang diteriakkan para pembencinya, tetapi sebagai anggota kehormatan Dewan Penasihat forum itu sendiri. Dan hari ini, ya baru saja, di Singapura– dunia mendengarkannya. Tentu saja Jokowi tak punya logat seperti seorang ‘native speaker’–tapi dengan bahasa Inggris yang tetap jernih–lelaki yang dikuyo-kuyo sebagian manusia toksik di negerinya sendiri itu menceritakan perjalanan sepuluh tahun yang tidak selalu mulus, tetapi selalu menuju satu arah: membangun fondasi bagi 280 juta jiwa.

Bapqk Ir H Jokowi berbicara tentang jalan, pelabuhan, bandara, listrik, digitalisasi, regulasi yang berpihak pada inovasi, hingga QRIS yang menyatukan pedagang kecil dengan perusahaan raksasa dalam satu tarikan nafas teknologi. Ia bicara bukan untuk membanggakan dirinya, tetapi untuk menunjukkan bahwa Indonesia punya struktur masa depan–bukan angan-angan.

Dan di luar sana, di pojok-pojok komentar yang gelap, pengap dan bau, tempat sebagian manusia toksik yang sebelumnya berbisik sinis:
“Ah, Bapak Jokowi cuma diundang, mana mungkin pidato”………
Hari ini–bukan Bapak Jokowi sendiri–tapi dunia yang menjawab untuknya. Ia memberikan pidato utama di hari yang penting.

Kita tahu ada pemimpin yang dihormati karena suaranya keras. Tapi ada pula pemimpin yang dihormati karena kerjanya nyata–dan Bapak Jokowi termasuk yang kedua. Itu sebabnya Bloomberg memilihnya, bukan (mantan) yang lainnya.

Kita boleh berbeda pilihan, berbeda selera politik, bahkan berbeda tafsir atas masa depan. Tapi ingat, ada satu hal yang sulit dibantah: Indonesia berdiri lebih tegak hari ini karena seorang lelaki yang memilih bekerja, bukan menghabiskan waktu untuk membalas cacian. Lelaki yang jauh dari sempurna, tapi ia berguna. Pun jauh lebih berguna daripada mereka yang kerjanya hanya mengais kelemahan orang lain untuk merasa lebih tinggi.

Hari ini, sekali lagi–dunia bukan hanya mendengar Jokowi–tapi mendengarkannya. Dunia menghormatinya. Dan Indonesia, seharusnya, bangga.

Tapi cukuplah kita yang bangga. Tak perlu memaksakan diri agar para manusia toksik ikut bangga, buang waktu. Manusia toksik hatinya sudah rusak, digerogoti racun.

Exit mobile version