Kemendagri Tegaskan Pengendalian Inflasi Daerah Harus Berbasis Data dan Langkah Nyata

Jakarta, Barometer99.com – Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Tomsi Tohir menegaskan bahwa pengendalian inflasi di daerah harus dilakukan berbasis data dan disertai langkah nyata. Hal tersebut disampaikan Tomsi saat memimpin Rapat Koordinasi (Rakor) Pengendalian Inflasi Tahun 2025 yang dirangkaikan dengan pembahasan pertumbuhan ekonomi daerah triwulan III serta evaluasi dukungan pemerintah daerah (Pemda) dalam Program 3 Juta Rumah di Gedung Sasana Bhakti Praja (SBP), Kantor Pusat Kemendagri, Jakarta, Selasa (11/11/2025).

Dalam arahannya, Tomsi meminta seluruh Pemda menindaklanjuti hasil analisis harga bahan pokok di wilayah masing-masing secara konkret. Ia juga meminta Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemendagri bersama Bulog untuk berkoordinasi dengan 50 daerah yang harga berasnya masih tergolong tinggi.

“Bagaimana mungkin beras kita berlimpah, dan kita terus berupaya untuk menurunkan harga beras [tetapi] ini masih ada yang [harganya] tinggi,” tegas Tomsi.

Ia menjelaskan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), terdapat sejumlah daerah yang harga berasnya masih naik signifikan, di antaranya Kabupaten Tambrauw, Dogiyai, hingga Mojokerto. Tomsi meminta Pemda segera menganalisis penyebab kenaikan harga tersebut, apakah dipicu oleh distribusi, pasokan, atau adanya permainan harga yang dapat merugikan masyarakat.

Selain beras, Tomsi juga menyoroti kenaikan harga minyak goreng dan bawang putih di beberapa daerah. Ia mendorong agar Kementerian Perdagangan (Kemendag) bersama Pemda segera menggelar rapat khusus untuk membahas penyebab dan solusi atas kenaikan harga tersebut.

“Harus ada alasan yang jelas bahwa kenapa ini (harga minyak goreng) sampai begini. Jangan terus kita biarkan terlena,” ujarnya.

Tomsi menekankan bahwa Rakor Pengendalian Inflasi tidak boleh menjadi kegiatan seremonial semata. Ia menegaskan pentingnya Pemda memanfaatkan forum tersebut untuk melahirkan langkah-langkah nyata demi menjaga stabilitas harga dan daya beli masyarakat.

“Jadi tidak kita biarkan rapat ini seperti rata-rata air aja, lewat berlalu tanpa kita melakukan upaya-upaya [yang nyata]. Ingat, upaya yang kita lakukan adalah untuk masyarakat banyak,” tandasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti memaparkan bahwa inflasi year to date tercatat sebesar 2,10 persen, sedikit lebih tinggi dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Ia menjelaskan, kondisi tersebut dipengaruhi oleh empat provinsi dengan inflasi di atas 3,5 persen, yakni Sumatera Barat, Riau, Aceh, dan Sulawesi Tengah. Selain itu, kondisi tersebut juga dipicu oleh komoditas pendorong utama seperti cabai merah, emas perhiasan, dan biaya pendidikan.

Meski demikian, jelas Amalia, sejumlah provinsi mengalami inflasi rendah bahkan deflasi. Daerah itu di antaranya Papua, Lampung, Papua Barat, dan Maluku Utara. Pada minggu pertama November 2025, tren harga menunjukkan perbaikan, dengan banyak provinsi mencatat penurunan persentase inflasi, terutama untuk komoditas pangan bergejolak.

“Artinya ini sesuatu yang sangat baik karena pengendalian harga untuk kelompok komoditas yang masuk kepada volatile food sudah terus terkendali dan mengalami penurunan,” jelas Amalia.

Sebagai informasi, Rakor ini dihadiri secara langsung oleh Deputi Pembangunan Kewilayahan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Medrilzam, Direktur Jenderal (Dirjen) Perumahan Perdesaan Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Imran, Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas) I Gusti Ketut Astawa, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi II Bidang Perekonomian dan Pangan Kantor Staf Presiden (KSP) Telisa Aulia Falianty, serta pihak terkait lainnya.***

 

Exit mobile version