Bima-NTB, Barometer99.com- Ironi kembali terjadi di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB). Jembatan penghubung antara Desa Rade dan Desa Bolo di Kecamatan Madapangga yang baru selesai dibangun sebulan lalu dan menelan anggaran hingga Rp6,2 miliar, kini retak sebelum sempat diresmikan.
Peristiwa itu terjadi setelah wilayah tersebut diguyur hujan deras dan diterjang banjir besar pada Rabu (5/11/). Air bah yang datang dari arah hulu sungai menghantam bagian bawah jembatan hingga menyebabkan retakan di badan dan dinding cor jembatan.
Peristiwa ini sontak viral di media sosial, setelah warga mengunggah video kondisi jembatan yang rusak parah padahal belum genap sebulan selesai dikerjakan.
“Jembatan ini baru selesai bulan kemarin, bahkan baru dicat, belum juga diresmikan. Sekali diterjang banjir langsung retak,” ungkap salah satu warga setempat yang tidak ingin dicantumkan namanya saat dikonfirmasi, Kamis (6/11/25).
Menurutnya, keretakan pada jembatan itu menjadi tanda kuat bahwa kualitas pengerjaan proyek patut dipertanyakan. Bagian aspal mulai terkelupas, dan beberapa beton penyangga tampak rusak akibat derasnya arus air.
“Kalau banjir datang begini terus, jembatan ini bisa ambruk. Tadi saja truk tidak berani lewat,” ujarnya.
Dikerjakan CV Dewi Wangi, Anggaran Capai Rp6,2 Miliar
Berdasarkan informasi yang dihimpun, proyek jembatan penghubung dua desa ini dikerjakan oleh CV Dewi Wangi, dengan pemenang tender PT Bunga Raya, dan dibiayai melalui APBN tahun 2025 di bawah naungan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Bima.
Namun, hasil pekerjaan yang baru seumur jagung itu kini dipertanyakan publik. Banyak warga menilai pembangunan proyek tidak memperhatikan kualitas dan ketahanan konstruksi.
“Uang negara miliaran rupiah habis, tapi hasilnya tidak sepadan. Sekali banjir saja sudah rusak, ini jelas harus diaudit,” tegas warga lainnya.
Potensi Bahaya dan Desakan Audit
Kerusakan jembatan tersebut juga menimbulkan kekhawatiran bagi pengguna jalan. Jalur utama yang menghubungkan Desa Rade dan Desa Bolo kini mulai sepi karena warga takut jembatan bisa runtuh sewaktu-waktu.
Sejumlah pihak mendesak agar pemerintah daerah dan aparat penegak hukum segera melakukan audit investigatif terhadap proyek ini, terutama terkait mutu beton, spesifikasi teknis, serta pengawasan pelaksanaan di lapangan.
“Proyek senilai Rp6,2 miliar tidak seharusnya rusak secepat ini. Kami minta ada pemeriksaan dari inspektorat atau kejaksaan,” ujar warga Madapangga lainnya.
Hingga kini, belum ada keterangan resmi dari Dinas PUPR Kabupaten Bima terkait penyebab pasti kerusakan jembatan. Warga berharap agar pemerintah segera turun tangan melakukan perbaikan darurat agar akses transportasi masyarakat tidak lumpuh.
Peristiwa ini menjadi tamparan keras bagi pengawasan proyek infrastruktur di daerah, sekaligus menyoroti lemahnya kualitas pembangunan yang menggunakan dana besar namun tak memberi manfaat jangka panjang.
“Jangan sampai proyek seperti ini hanya jadi ajang bancakan anggaran. Kami butuh jembatan yang kuat, bukan proyek asal jadi,” pungkasnya dengan nada kecewa. (*).




















