Masyarakat Adat Raja Ampat Desak Presiden Prabowo Tutup Tambang Nikel: Jaga Warisan Leluhur dan Kelestarian Alam

Sorong, Papua Barat Daya, Barometer99.com, (03/10/25) – Masyarakat adat Raja Ampat secara tegas menyampaikan aspirasi dan desakan mereka agar Presiden Prabowo Subianto kembali menutup kegiatan tambang nikel di wilayah Kabupaten Raja Ampat. Desakan ini disampaikan dalam Gelar Senat-Dialog Kebudayaan dan Penguatan Masyarakat Adat yang digelar selama dua hari mulai tanggal 2-3 Oktober 2025 di Kota Sorong, yang dihadiri oleh perwakilan masyarakat adat, akademisi, pemerintah daerah, serta berbagai elemen masyarakat lainnya.

Forum yang diselenggarakan oleh Institut USBA ini membahas secara mendalam berbagai isu strategis terkait pengelolaan sumber daya alam (SDA), pelestarian kebudayaan, serta penguatan hak-hak masyarakat adat di Raja Ampat. Diskusi dibagi ke dalam tiga komisi utama yakni Komisi Alam, Lingkungan Hidup dan SDA; Komisi Kebudayaan, Identitas dan Pemajuan Kebudayaan; serta Komisi Sinergitas Pemerintah, Swasta, LSM dan Media.

Salah satu rekomendasi utama yang muncul dari forum ini adalah mendukung penuh kebijakan Presiden Prabowo yang sebelumnya menutup dan mencabut izin usaha pertambangan nikel di Raja Ampat, khususnya penutupan PT Gag Nikel, sesuai Perpres No. 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan. Masyarakat adat menilai tambang nikel telah memberikan dampak negatif yang signifikan terhadap kelestarian lingkungan, tatanan sosial budaya, serta kesejahteraan mereka sebagai pemilik hak ulayat.

Maklumat bersama yang disepakati secara bulat menegaskan bahwa tanah, laut, dan hutan Raja Ampat adalah warisan leluhur yang sangat berharga dan harus dijaga demi masa depan generasi mendatang. Oleh karena itu, masyarakat adat meminta agar seluruh kebijakan pembangunan yang berhubungan dengan pengelolaan SDA harus melibatkan mereka secara penuh dan harus berpihak pada keberlangsungan adat dan ekologi.

Selain tuntutan penutupan tambang, forum juga mendesak pembentukan Peraturan Daerah tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat Raja Ampat. Ditekankan pula pentingnya pembentukan Forum Komunikasi Adat Raja Ampat sebagai wadah musyawarah dan aspirasi tertinggi untuk memperkuat tata kelola adat dan perlindungan hak-hak adat di daerah ini.

Isu sengketa wilayah antara Kabupaten Sorong dan Kabupaten Raja Ampat juga menjadi perhatian utama dalam forum. Masyarakat adat menuntut agar pemerintah pusat segera mengembalikan wilayah Salawati Selatan kepada Raja Ampat serta menyelesaikan sengketa antar provinsi demi menjaga kedaulatan dan keharmonisan sosial masyarakat.

Dalam konteks global, Raja Ampat sebagai Geopark dan Cagar Biosfer Dunia membutuhkan dukungan aktif dari masyarakat dunia untuk menjaga kelestarian alam yang unik dan bernilai tinggi ini. Masyarakat adat menyampaikan harapan besar agar semua pihak, termasuk pemerintah daerah dan pusat, dapat bersinergi dalam mewujudkan tata kelola sumber daya alam yang berkelanjutan dan menghormati hak-hak adat.

Tokoh masyarakat adat menegaskan bahwa keberadaan tambang dan kegiatan ekstraktif lainnya selama ini justru lebih banyak menimbulkan kerugian daripada manfaat. Mereka berharap pemerintah pusat di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo dapat mempertimbangkan aspirasi ini secara serius, sebagai bagian dari upaya membangun Papua yang damai, berkeadilan, dan lestari.

“Tanah, laut, dan hutan Raja Ampat adalah warisan leluhur yang tidak ternilai. Kami berkomitmen menjaga kelestarian alam dan memperkuat identitas budaya kami demi masa depan anak cucu,” ungkap salah satu tokoh adat dalam forum tersebut.

Dengan semangat kebersamaan dan kesepakatan yang telah dihasilkan, Gelar Senat Raja Ampat menjadi momentum penting dalam memperkuat peran masyarakat adat sebagai pemilik hak ulayat dan pengelola sumber daya alam di wilayahnya, sekaligus mengajak pemerintah dan seluruh elemen masyarakat untuk berjalan bersama menuju pengelolaan yang berkelanjutan dan berkeadilan.

(TK)

Exit mobile version