Mataram-NTB, Barometer99.com-ย Polemik penggunaan Belanja Tidak Terduga (BTT) dalam APBD NTB Tahun Anggaran 2025 terus menuai pertanyaan. Dari total Rp 500 miliar yang dialokasikan pada APBD murni, kini tersisa hanya sekitar Rp 16 miliar. Namun hingga kini, rincian penggunaan Rp 484 miliar lebih anggaran tersebut belum pernah dipublikasikan secara terbuka.
Empat anggota DPRD NTB dari Fraksi PDIP menyatakan keberatan dalam rapat paripurna pembahasan Perubahan APBD 2025. Mereka menilai jawaban Pemprov yang disampaikan melalui Pj Sekda NTB, Lalu Mohammad Faozal, jauh dari komprehensif dan tidak disertai data rinci sebagaimana diminta dewan.
โPublik berhak tahu sejauh mana realisasi dana darurat itu digunakan. Sampai hari ini, data perinciannya tidak pernah sampai ke DPRD,โ kata Abdul Rahim, anggota DPRD NTB dari PDIP.
BTT pada dasarnya hanya bisa dipakai untuk keadaan darurat, mulai dari bencana alam, nonalam, sosial, hingga kondisi mendesak yang tidak bisa diprediksi sebelumnya. Hal ini diatur jelas dalam PP Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Namun, berdasarkan catatan PDIP, penggunaan BTT justru dilakukan melalui Pergub Nomor 6 Tahun 2025 tentang Pergeseran Anggaran. Tercatat, dua kali pergeseran dilakukan tanpa laporan transparan ke DPRD.
โPenggunaan dan pencairan BTT tidak bisa sembarangan. Harus ada penetapan status darurat dan dokumen pendukung. Hingga kini itu tidak pernah kami terima,โ tegas Abdul Rahim yang akrab disapa Bram.
Kondisi ini tidak hanya menimbulkan pertanyaan publik, tetapi juga membuka potensi persoalan hukum. Sesuai aturan, setiap pengeluaran BTT wajib dipertanggungjawabkan maksimal satu bulan setelah pencairan. Laporan itu harus disertai bukti lengkap, mulai dari kuitansi hingga dokumen resmi. Jika tidak, penggunaan dana rawan dianggap penyimpangan.
Juru Bicara Badan Anggaran DPRD NTB, Muhammad Aminurlah, juga mengakui tingginya serapan BTT menjadi sorotan serius. โUntuk apa saja dipakai? DPRD sampai saat ini belum menerima rincian jelas. Padahal semangat BTT hanya untuk keadaan darurat,โ ujarnya.
Minimnya laporan membuat DPRD berada di posisi sulit. Jika terus diam tanpa langkah konkret, bukan hanya Pemprov yang akan terseret isu penyalahgunaan anggaran, tetapi DPRD sendiri juga berisiko dianggap lalai menjalankan fungsi pengawasan.
โDana sebesar itu tidak mungkin hilang begitu saja tanpa jejak. Ketidakjelasan inilah yang berpotensi menimbulkan masalah hukum di kemudian hari,โ tandas Abdul Rahim. (*).