Rakyat Menolak Pembangunan Stockpile PT. SAS, WALHI dan Warga Jambi Deklarasikan Barisan Perjuangan Rakyat

Jambi, Barometer99.com Suara perlawanan masyarakat terhadap ancaman eksploitasi ruang hidup kembali menggema. Sabtu, 2 Agustus 2025, warga dari Aur Kenali, Mendalo Darat, Mendalo Laut, Penyengat Rendah, dan desa-desa sekitarnya mendeklarasikan Barisan Perjuangan Rakyat (BPR) sebagai respons atas rencana pembangunan Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS) atau stockpile batubara oleh PT. Sinar Anugrah Sentosa (PT. SAS). Bertempat di Posko Perlawanan Rakyat RT 03 Aur Kenali, deklarasi ini turut didampingi WALHI Jambi dalam sebuah konferensi pers terbuka.

Deklarasi ini bukan sekadar simbol, melainkan langkah strategis rakyat dalam menghadapi kekuatan modal yang dinilai mengabaikan aspek keselamatan lingkungan dan keberlangsungan hidup masyarakat. Rencana pembangunan stockpile seluas 70 hektare ini terletak sangat dekat dengan kawasan permukiman dan sumber air bersih warga, termasuk Intake PDAM Aurduri yang menyuplai kebutuhan air lebih dari 20 ribu rumah tangga di Kota Jambi.

Direktur WALHI Jambi, Oscar Anugrah, menegaskan bahwa proyek PT. SAS adalah bentuk nyata dari perampasan ruang hidup rakyat dan dapat dikategorikan sebagai kejahatan ekologis.

“Pembangunan yang mengorbankan rakyat dan lingkungan bukan pembangunan, melainkan pengkhianatan terhadap masa depan bangsa. Negara seharusnya hadir membela rakyat, bukan tunduk pada kepentingan modal,” tegas Oscar dalam pernyataannya.

Oscar juga mengingatkan bahwa pembangunan industri ekstraktif seperti ini sangat rentan menimbulkan bencana ekologis, baik pencemaran udara, air, maupun konflik sosial yang berkepanjangan. Ia menekankan bahwa pembangunan yang abai terhadap keberlanjutan lingkungan dan hak partisipasi warga hanya akan melahirkan krisis baru di tengah masyarakat.

Kelahiran Barisan Perjuangan Rakyat (BPR) disebut sebagai bentuk konsolidasi kekuatan rakyat akar rumput yang menolak didikte oleh kekuasaan modal. Ketua BPR, Rahmat Supriadi, menyampaikan bahwa rakyat sejatinya tidak menolak pembangunan atau investasi, tetapi menolak keras jika itu mengancam keselamatan mereka.

“Kami tidak menolak investasi yang benar, tapi kami menolak investasi yang membawa bencana. Kami bukan obyek pembangunan yang bisa dikorbankan seenaknya. Rakyat adalah pemilik konstitusi, dan kami akan berdiri menjaga ruang hidup kami,” tegas Rahmat di hadapan para peserta konferensi.

Penolakan juga disampaikan oleh generasi muda. Aldian, pemuda dari Aur Kenali, menyatakan bahwa proyek stockpile akan berdampak luas, tidak hanya terhadap kesehatan fisik warga, tetapi juga kestabilan ekonomi dan sosial. Ia menilai pemerintah terlalu gegabah jika mengizinkan proyek sebesar itu tanpa kajian yang benar-benar partisipatif dan ilmiah.

“Ini bukan cuma soal tanah dan air. Ini soal masa depan. Kalau sumber air kami tercemar, siapa yang akan bertanggung jawab? Kami menolak proyek ini karena menyangkut nyawa dan kehidupan seluruh keluarga kami,” tegas Aldian.

Melalui deklarasi tersebut, Barisan Perjuangan Rakyat dan WALHI Jambi menyampaikan empat poin tuntutan utama:

1. Mendesak Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi Jambi untuk mencabut seluruh perizinan pembangunan stockpile PT. SAS yang berada di wilayah permukiman warga.

2. Menuntut Pemerintah Kota Jambi dan Kabupaten Muaro Jambi agar menjalankan tanggung jawab konstitusionalnya dalam melindungi kesehatan dan lingkungan hidup masyarakat.

3. Meminta adanya transparansi dan partisipasi publik dalam setiap proses perizinan proyek yang berdampak terhadap ruang hidup dan lingkungan.

4. Menolak secara tegas pembangunan stockpile PT. SAS yang dinilai membahayakan kualitas hidup masyarakat dan ekosistem lokal.

Deklarasi ini juga menjadi peringatan bagi semua pihak, terutama para pengambil kebijakan, agar tidak lagi menyederhanakan persoalan lingkungan sebagai isu teknis belaka. Apa yang dipertaruhkan dalam kasus ini bukan sekadar izin usaha atau investasi, tetapi nyawa, kesehatan, dan keberlanjutan hidup masyarakat.

Barometer99 mencatat, persoalan seperti ini bukan kali pertama terjadi. Namun yang membedakan, kali ini masyarakat membangun kekuatan sendiri dan menolak tunduk. Perlawanan yang terorganisir ini menunjukkan bahwa rakyat tidak diam, dan mereka siap menghadapi siapa pun yang berupaya merusak lingkungan mereka demi kepentingan sesaat.

(Ril/Red)

Exit mobile version