Mataram-NTB, Barometer99.com- Belanja perjalanan dinas Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (Pemprov NTB) tahun anggaran 2024 kembali menjadi temuan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap adanya penggunaan anggaran senilai lebih dari Rp6,2 miliar untuk biaya taksi dan transportasi darat yang tidak disertai bukti kuitansi.
Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) NTB tahun 2024, BPK mencatat bahwa pengeluaran tersebut hanya dipertanggungjawabkan melalui formulir manual berupa Daftar Pengeluaran Riil. Tidak ditemukan kuitansi, tiket, maupun bukti transaksi dari penyedia jasa transportasi.
Dari total belanja perjalanan dinas sebesar Rp119,4 miliar, dua pos pengeluaran terbesar yang menjadi sorotan ialah biaya taksi sebesar Rp3,63 miliar dan transportasi darat sebesar Rp2,66 miliar. Dalam uji petik yang dilakukan, BPK menemukan praktik manipulatif berupa penggunaan satu kendaraan secara bersama-sama, namun seluruh peserta perjalanan tetap mengklaim biaya seolah-olah menggunakan taksi secara individu.
Berikut daftar 10 Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dengan pengeluaran biaya taksi terbesar menurut data audit BPK:
Sekretariat DPRD – Rp1.269.918.000
Sekretariat Daerah – Rp745.623.000
Bappenda – Rp139.072.000
Badan Penghubung Daerah – Rp106.874.000
Badan Pengembangan SDM Daerah – Rp111.457.000
Dinas Perumahan dan Permukiman – Rp22.739.000
RS H.L. Manambai Abdulkadir – Rp11.471.000
Dinas PUPR – Rp84.750.000
Dinas ESDM – Rp35.402.000
Dinas Perindustrian – Rp17.090.000
Sementara itu, berikut 10 SKPD dengan belanja transportasi darat terbesar:
Sekretariat Daerah – Rp414.620.000
Dinas PUPR – Rp294.110.000
Dinas Kesehatan – Rp273.970.000
Bappenda – Rp219.720.000
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan – Rp191.690.000
Dinas Sosial – Rp162.000.000
Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan – Rp103.620.000
Dinas Perdagangan – Rp89.790.000
Dinas Pemuda dan Olahraga – Rp37.470.000
BPKAD – Rp32.080.000
Dalam pemeriksaan lebih lanjut, BPK mengidentifikasi modus yang berulang di berbagai SKPD: penggunaan kendaraan pribadi atau dinas secara gotong royong, namun setiap peserta tetap mengklaim biaya transportasi seolah-olah bepergian sendiri. Sebanyak 29 bendahara dari berbagai SKPD mengaku tidak mengetahui bahwa pengajuan biaya harus disertai bukti transaksi yang sah.
Lemahnya verifikasi dokumen oleh kepala SKPD sebelum pencairan anggaran turut memperparah kondisi ini.
Tak hanya pengeluaran untuk transportasi, BPK juga mencatat sejumlah kelebihan pembayaran lain, di antaranya:
Uang harian melebihi standar: Rp7,31 juta
Biaya penginapan di atas ketentuan: Rp29,99 juta
Pengeluaran BBM tanpa bukti: Rp10,86 juta
Pembelian tiket pesawat tidak sesuai kuitansi: Rp2,58 juta
Sewa kendaraan tidak sesuai aturan: Rp1,4 juta
Atas berbagai temuan tersebut, BPK merekomendasikan kepada Gubernur NTB untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem penganggaran dan pertanggungjawaban perjalanan dinas, serta memperketat pengawasan terhadap seluruh SKPD. (*).