Berita  

Ali Fikri Tegas Bantah Terlibat Kontrak Fiktif: “Saya Buat 25 Hari, Bukan 120 Hari!”

Mataram-NTB, Barometer99.com- Eks Kepala Balai Pemeliharaan Jalan Provinsi (BPJP) NTB, Ali Fikri, akhirnya angkat bicara setelah diperiksa intensif oleh penyidik Polresta Mataram dalam kasus dugaan korupsi sewa alat berat milik Dinas PUPR NTB. Pemeriksaan berlangsung selama lebih dari empat jam pada Senin (30/6/2025), mulai pukul 14.00 hingga 16.15 Wita.

Kepada wartawan usai diperiksa, Fikri dengan tegas membantah keterlibatan dirinya dalam kontrak fiktif sewa alat berat selama 120 hari. Ia menegaskan hanya membuat dan menandatangani kontrak berdurasi 25 hari.

“Saya sendiri yang buat kontrak 25 hari. Tiba-tiba muncul kontrak 120 hari. Saya tidak pernah buat, apalagi menandatangani itu,” tegasnya.

Tak hanya membantah soal kontrak ganda, Fikri juga membela istrinya yang terseret dalam pusaran perkara ini. Ia menjelaskan bahwa dana Rp180 juta yang menyeret nama sang istri merupakan pinjaman pribadi kepada seorang kontraktor berinisial EF, bukan bagian dari transaksi proyek.

“Itu murni pinjam-meminjam. Awalnya Rp100 juta tunai saya antar sendiri, kemudian ditambah hingga total Rp180 juta. Ada bukti transfer dan cash-nya,” jelasnya.

Fikri menuturkan, istrinya tertarik memberi pinjaman setelah tergiur dengan janji-janji bisnis yang dilontarkan EF.

“Dia (EF) cerita macam-macam soal usaha. Nyonya jadi tertarik. Tapi itu urusan pribadi, tidak ada kaitan dengan proyek atau alat berat,” katanya.

Ia juga mengungkap fakta bahwa alat berat yang dimaksud sebenarnya sudah rusak sejak tahun 2021. Perbaikannya pun dibiayai secara mandiri oleh EF dengan dana pribadi senilai Rp143 juta.

“Alatnya memang rusak sejak 2021. Dia perbaiki sendiri. Setelah itu kita buat kontrak pengembalian,” ucap Fikri.

Sementara itu, penyidik Polresta Mataram masih terus mendalami aliran dana dan dokumen terkait penyewaan alat berat yang diduga merugikan negara. Dalam penyidikan, polisi menemukan adanya dokumen kontrak ganda dan aliran dana yang tidak masuk kas daerah, tetapi justru mengalir ke rekening pribadi.

Kasus ini sendiri bermula dari penyewaan alat berat milik negara tanpa prosedur resmi di lingkungan BPJP NTB pada akhir 2021. Sejumlah barang bukti seperti ekskavator sudah disita, termasuk satu unit di Lombok Timur.

Berdasarkan hasil audit terbaru, nilai kerugian negara dalam kasus ini diperkirakan mencapai Rp4,4 miliar. Penyidikan masih berjalan untuk mengungkap semua pihak yang terlibat.

Informasi sebelumnya, Polresta Mataram terus mengusut kasus dugaan korupsi dalam penyewaan alat berat milik Balai Pemeliharaan Jalan Provinsi Wilayah Pulau Lombok, Dinas PUPR NTB. Setelah melakukan serangkaian pemeriksaan dan audit, polisi menyebut telah mengantongi dua nama calon tersangka dalam perkara ini.

Namun demikian, nama kedua tersangka masih dirahasiakan karena penyidikan masih berlangsung dan menunggu hasil resmi dari audit kerugian negara oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) NTB.

“Kami belum bisa menyebutkan identitas kedua tersangka lantaran penyidikan masih berjalan dan hasil perhitungan resmi kerugian negara dari BPKP belum dirilis,” ungkap Kasat Reskrim Polresta Mataram, AKP Regi Halili, Rabu, 11/6/2025.

Dugaan Aliran Dana Mengalir ke Rekening Istri Pejabat?

Yang cukup mencengangkan, penyidik kini menelusuri dugaan aliran dana hasil penyewaan alat berat ke rekening pribadi istri mantan Kepala Balai. Informasi ini didapat dari pengakuan seorang kontraktor berinisial E yang terlibat dalam penyewaan alat berat tersebut.

Dalam penyidikan yang turut melibatkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) NTB, polisi menguak indikasi aliran dana sewa alat berat ke rekening pribadi istri mantan Kepala Balai, Ali Fikri.

“Pasti akan kita dalami informasi dari saudara E, yang menyatakan pernah mentransfer uang sewa ke rekening istri mantan Kepala Balai. Ini sangat penting untuk membuka benang merah kasus ini,” tegas AKP Regi.

Sementara itu, Kanit Tipikor Satreskrim Polresta Mataram, IPTU I Komang Wilandra, menyampaikan bahwa proses audit oleh BPKP masih berlangsung. Hingga kini, tujuh saksi telah dimintai keterangan, termasuk nama-nama penting seperti mantan Kepala Balai berinisial AF, kontraktor E, staf BPJP, hingga mantan Kepala dan Bendahara Penerimaan Dinas PUPR NTB.

“Kami telah memeriksa tujuh saksi sejauh ini. Semua informasi yang terkumpul akan digunakan untuk memperkuat proses penyidikan,” jelas Komang.

Kasus ini bermula dari laporan masyarakat pada tahun 2024, yang mencurigai adanya penyalahgunaan aset negara berupa penyewaan alat berat tanpa prosedur resmi. Pada tahun 2021, E diketahui menyewa tiga jenis alat berat milik BPJP NTB, yakni satu unit ekskavator, dua unit dump truck, dan satu unit molen mixer.

Saat ini, satu unit ekskavator telah berhasil diamankan oleh pihak kepolisian, sementara dua unit lainnya masih dalam proses pelacakan.

Dengan indikasi kerugian negara yang berpotensi signifikan dan dugaan kuat adanya keterlibatan oknum pejabat, publik kini menantikan gebrakan hukum dari Satreskrim Polresta Mataram.

“Kami akan terus bekerja secara profesional. Tidak ada yang kebal hukum,” tutup AKP Regi dengan nada serius.

Kasus ini menambah deretan dugaan korupsi di sektor infrastruktur NTB yang kini tengah jadi sorotan masyarakat luas. (*).

Exit mobile version