Feri Ingatkan Unsri: Jaga Marwah Akademik, Bukan Layani Citra Pejabat

Universitas Sriwijaya

PALEMBANG,Barometer99.com Sorotan tajam kembali diarahkan kepada Universitas Sriwijaya (Unsri) menyusul terlihat mudahnya gelar Doktor yang disandang oleh kepala daerah di Sumatera Selatan. Kritik kali ini datang dari aktivis anti Korupsi yang juga alumni dari Unsri Feri Kurniawan, yang menilai ada kecenderungan dunia akademik tergelincir menjadi instrumen pencitraan bagi elite politik.

“Kampus harus berdiri di atas prinsip keilmuan, bukan tunduk pada simbol kekuasaan. Kalau Unsri mulai melayani citra pejabat, maka marwah akademiknya patut dipertanyakan,” ujar Feri, Sabtu (29/6/2025) kepada wartawan.

Feri mempertanyakan transparansi proses akademik dalam program doktoral yang dijalani para kepala daerah. Menurutnya, masyarakat berhak mengetahui apakah gelar tersebut diraih melalui proses yang setara dengan mahasiswa lainnya, atau justru dipermudah karena kedudukan dan relasi.

Salah satu hal yang ia soroti adalah syarat nilai TOEFL dan jurnal ilmiah yang menjadi bagian dari proses akademik di tingkat doktoral. Ia menantang pihak kampus untuk membuka dokumen tersebut ke publik.

“Apa nilai TOEFL mereka? Di mana jurnal ilmiahnya? Apakah disertasi mereka memenuhi standar ilmiah? Ini pertanyaan yang wajar diajukan publik, karena gelar akademik bukan sekadar simbol status,” katanya.

Feri menilai, ketika sebuah gelar diberikan tanpa proses akademik yang kuat, bukan hanya individu yang tercoreng, tetapi juga institusi pendidikan tempatnya menimba ilmu.

“Gelar Doktor adalah representasi dari dedikasi terhadap ilmu. Kalau itu hanya diberikan sebagai formalitas atau untuk kepentingan pencitraan, maka dunia pendidikan kita sedang dalam masalah serius,” ujarnya.

Ia mengingatkan bahwa Unsri bukan sekadar lembaga pendidikan, melainkan pilar penting dalam menjaga kualitas intelektual di Sumatera Selatan.

“Menjaga marwah akademik berarti menjaga kepercayaan publik. Unsri punya tanggung jawab moral untuk menunjukkan bahwa gelar yang mereka keluarkan layak secara substansi, bukan sekadar karena seseorang menjabat sebagai bupati, walikota, atau gubernur,” tegas Feri.

Ia pun mengajak seluruh sivitas akademika Unsri untuk tidak membiarkan nilai-nilai keilmuan dikompromikan demi relasi kekuasaan. Sebaliknya, kampus harus menjadi benteng terakhir yang menjunjung integritas, objektivitas, dan kejujuran ilmiah.

“Akademik adalah ruang meritokrasi. Begitu gelar akademik tunduk pada jabatan, maka habislah integritas kampus. Jangan sampai itu terjadi di Unsri,” ujar Feri.

“Kalau kampus negeri tak berani transparan, lalu siapa lagi yang bisa rakyat percaya? Unsri wajib membuka prosesnya—bukan untuk diserang, tapi untuk menunjukkan bahwa keilmuan tak tunduk pada kekuasaan.” pungkas Feri.

Exit mobile version