Sumbawa-NTB, Barometer99.com- Sebuah video menyentuh hati beredar, memperlihatkan rumah warga Dusun Selang, Desa Kereke, Kecamatan Unter Iwes, Kabupaten Sumbawa, yang dibongkar secara paksa.
Dalam video berdurasi satu menit lebih itu, terdengar suara Ketua Kelompok Petani Unggul Sejahtera memohon kepada para petinggi negara untuk melihat nasib petani yang telah puluhan tahun menggantungkan hidup dari lahan tersebut.
“Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Dengan hormat, para petinggi negara, inilah kondisi kami. Rumah-rumah kami dibongkar secara paksa untuk pembangunan Batalyon. Kami hanya rakyat kecil yang kehilangan tempat tinggal dan tempat bertani. Tolong perhatikan kami, Pak!” demikian seruan lirih yang terekam dalam video yang diduga diambil pada tanggal 17 Juni 2025 itu.
Video tersebut memperlihatkan warga petani yang mengangkut sisa-sisa bongkaran rumah, sementara beberapa pekerja bangunan tampak membongkar bangunan lainnya.
Mereka menyebutkan bahwa pembongkaran dilakukan demi percepatan pembangunan markas Batalyon TNI AD yang berdiri di atas lahan yang mereka klaim telah digarap secara turun-temurun selama lebih dari 20 tahun.
Petani Gugat Pemda Sumbawa: Class Action Dilayangkan
Merasa dirugikan secara kolektif, ratusan petani mengajukan gugatan class action terhadap Pemerintah Daerah (Pemda) Sumbawa. Gugatan tersebut telah resmi terdaftar di Pengadilan Negeri Sumbawa dengan nomor perkara 44/Pdt.G/2025/PN Sbw, dan dijadwalkan menjalani sidang perdana pada 8 Juli 2025.
Petani menunjuk Imam Wahyudin, dari Kantor Hukum Imam Wahyudin & Rekan sebagai kuasa hukum mereka. Dalam keterangannya, kuasa hukum menyebut bahwa lahan seluas 130 hektare yang kini dijadikan lokasi pembangunan Batalyon adalah lahan produktif dan menjadi satu-satunya sumber penghidupan bagi lebih dari 100 kepala keluarga.
“Ini bukan semata soal kepemilikan lahan, tapi soal kelangsungan hidup. Tanpa tanah, para petani kehilangan penghasilan, yang bisa memicu kelaparan hingga stunting di desa-desa sekitar,” tegas Ahsanul Khalikiin, Ketua Kelompok Petani Unggul Sejahtera.
Langkah Hukum ke Pemerintah Pusat
Pada hari yang sama, para petani juga melayangkan aduan resmi ke Kementerian Pertahanan (Kemhan RI) dan Kementerian Pertanian (Kementan RI). Surat aduan itu disampaikan langsung oleh Ketua Kelompok Ahsanul Khalikiin dan Sekretaris Ifandy, didampingi kuasa hukum mereka.
Isi tuntutan mereka antara lain:
1. Perlindungan hukum bagi para petani penggarap;
2. Evaluasi atas legalitas pembangunan Batalyon di atas lahan produktif;
3. Penghentian sementara proyek hingga proses hukum selesai;
4. Relokasi lokasi batalyon ke lahan non-produktif.
Mereka berharap suara mereka didengar langsung oleh pemerintah pusat, agar pembangunan nasional tidak serta-merta mengorbankan hak-hak dasar rakyat kecil.
Penjelasan Kodim dan Pemda Sumbawa
Ketika dikonfirmasi, Kasdim Kodim 1607/Sumbawa, Mayor Inf Dahlan, menjelaskan bahwa lahan yang kini menjadi lokasi pembangunan batalyon sebelumnya adalah kawasan hutan lindung (HPT RTK 57) yang dialihfungsikan melalui skema tukar-menukar oleh BWS sekitar tahun 2000-an.
Sebagian lahan tersebut, termasuk yang disebut Blok Sebasang, diklaim telah dibebaskan oleh Pemda Sumbawa pada tahun 2005.
Namun, warga Selang disebut telah lebih dulu menggarap lahan itu jauh sebelum proses pelepasan kawasan hutan dilakukan.
Kasdim menegaskan, “Lahan itu merupakan hibah resmi dari Pemda Sumbawa kepada Kemhan RI. Jadi, tudingan bahwa TNI merampas lahan rakyat adalah tidak berdasar.”
Sementara itu, Bupati Sumbawa, Ir. H. Syarafudin Jarot, MP, ketika dimintai tanggapan hanya memberi jawaban singkat: “Nggak apa-apa, biar berproses. Semua ada dasar hukumnya.”
Meski gugatan telah dilayangkan dan aduan ke pemerintah pusat sudah disampaikan, proyek pembangunan Batalyon TNI tetap berjalan. Sejumlah alat berat terus meratakan lahan yang dulunya merupakan ladang produktif warga.
Hingga berita ini diturunkan, Bidang Aset pemda Sumbawa yang dihubungi media ini belum merespon berkali-kali ditelpon. (Red).