Berita  

Anggota DPRD Bima Ungkap Kecurangan Seleksi PPPK 2024! Tenaga Teknik Digantikan Guru Honorer

Bima-NTB, Barometer99.com- Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bima, Muhammad Erwin, mengungkap dugaan kecurangan dalam proses seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) tahun 2024.

Kasus ini mencuat setelah Harun, tenaga honorer Kategori 2 (THK2) yang telah mengabdi sejak 2005 di UPT Dikpora Kecamatan Woha, dinyatakan tidak lolos meski memiliki masa kerja panjang dan masuk prioritas utama seleksi.

Dalam sebuah pernyataan video yang beredar luas, Erwin menyebut bahwa posisi formasi yang seharusnya menjadi milik Harun justru diisi oleh seorang guru honorer bernama Rahayu. Padahal, formasi tersebut merupakan jabatan teknis yang tidak relevan dengan latar belakang Rahayu.

BACA JUGA :  Presiden Kunjungi Pasar Baledono Di Purworejo

“Ini sangat janggal. Pak Harun adalah tenaga teknis, sementara yang lolos justru guru honorer yang belum pernah bekerja di bidang teknis,” tegas Erwin, legislator asal Dapil 3 Bima.

Menurut data yang disampaikannya, Rahayu diketahui melamar formasi operator layanan operasional dengan ijazah SLTA. Namun, hingga 29 Desember 2024, Rahayu masih tercatat sebagai guru honorer aktif di SDN Palisila berdasarkan data Dapodik. Artinya, ia tidak memiliki masa kerja di posisi teknis sebagaimana dipersyaratkan dalam seleksi PPPK.

BACA JUGA :  Kompak!!! Kades Dukuhseti Gelar Kirab Sedekah Bumi

“Rahayu jelas tidak memenuhi syarat. Ini bentuk pelanggaran dan manipulasi dalam proses seleksi,” ujar Erwin.

Sanggahan atas hasil seleksi ini, lanjutnya, telah dilayangkan ke Inspektorat dan Panitia Seleksi Daerah (Panselda). Namun, hingga kini belum ada respons resmi yang menindaklanjuti laporan tersebut.

Erwin meminta agar pemerintah daerah dan instansi terkait menindak tegas setiap bentuk kecurangan dalam proses rekrutmen ASN.

BACA JUGA :  Tingkatkan Keamanan di Wilayah, Babinsa Kelurahan Nusukan Komsos Dengan Security Taman Cerdas Nusukan

“Jangan korbankan pengabdian puluhan tahun hanya karena permainan sistem. Ini bukan hanya soal keadilan bagi Pak Harun, tapi juga soal integritas birokrasi kita,” pungkasnya.

Kasus ini menambah daftar panjang kontroversi seleksi PPPK di berbagai daerah dan memicu desakan agar proses seleksi ASN dilakukan secara lebih transparan dan akuntabel. (*).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *