Mataram-NTB, Barometer99.com- Kekalahan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Nusa Tenggara Barat dalam sengketa lahan yang kini berdiri Kantor Bawaslu NTB dan Gedung Wanita di Jalan Udayana, Kota Mataram, menuai kritik tajam dari DPRD NTB.
Anggota Komisi I DPRD NTB, Marga Harun, menilai bahwa kekalahan tersebut mencerminkan lemahnya upaya Pemprov dalam mempertahankan aset daerah yang strategis. Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini menyebut langkah hukum Pemprov, termasuk dukungan Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB, tidak cukup kuat.
“Ini semestinya menjadi bahan evaluasi serius. Kekalahan ini adalah pukulan moral bagi pemprov,” ujar Marga, Senin (16/6).
Mahkamah Agung (MA) sebelumnya memutuskan bahwa terdakwa Ida Made Singarsa tidak terbukti bersalah dalam perkara dugaan pemalsuan dokumen atas lahan tersebut. Putusan ini menggugurkan upaya hukum Pemprov yang menuding Ida menggunakan dokumen tidak sah dalam gugatan kepemilikan lahan.
Menurut Marga, kekalahan tersebut berakar dari lemahnya sistem pendataan aset yang dikelola oleh Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) NTB. Ia mengingatkan bahwa persoalan administrasi, legalitas, dan kejelasan status kepemilikan aset harus diperbaiki untuk menghindari kejadian serupa.
“Dari awal kami sudah ingatkan dalam rapat dengar pendapat agar BPKAD menata ulang semua aset. Jangan sampai kalah lagi karena data yang tidak rapi atau bukti yang lemah,” tambahnya.
Ia juga menyoroti kurangnya dukungan profesional dalam aspek litigasi. Menurutnya, Pemprov NTB seharusnya melibatkan pengacara-pengacara andal dalam menghadapi sengketa aset strategis seperti ini.
“Kalau tim hukumnya tidak mumpuni, kasus seperti ini akan terus terulang. Harus ada upaya komprehensif untuk menyelamatkan aset daerah,” tegas Marga.
Kekalahan dalam kasus ini, lanjutnya, berpotensi merusak citra pemerintah daerah. Ia menyebut Pemprov terkesan hanya bisa mengklaim aset, tetapi tidak mampu mempertahankan atau membuktikan kepemilikannya secara hukum ketika disengketakan.
“Ini mencoreng marwah pemprov. Harus ada langkah konkret untuk memperbaiki tata kelola aset,” katanya.
Sementara itu, Humas Pengadilan Negeri Mataram, Kelik Trimargo, membenarkan bahwa Mahkamah Agung telah menerbitkan putusan kasasi atas nama Ida Made Singarsa. Namun, salinan resmi putusan itu hingga kini belum diterima oleh PN Mataram.
“Putusan kasasinya sudah bisa diakses di website MA, tapi berkas resminya belum kami terima. Jadi belum bisa dieksekusi,” jelas Kelik.
Kasus ini bermula ketika Ida Made Singarsa menggugat Pemprov NTB, Ketua Bawaslu NTB, dan Pemkab Lombok Barat. Ia mengklaim bahwa lahan tersebut merupakan warisan dari almarhum ayahnya, Ida Made Meregeg. MA mengabulkan gugatan tersebut setelah sebelumnya sempat ditolak di tingkat pertama. Permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Pemprov NTB juga ditolak.
Pemprov sebelumnya mendalilkan bahwa lahan itu merupakan aset negara berdasarkan dokumen pinjam pakai antara orang tua penggugat dan Bupati Lombok Barat pada tahun 1964. Perjanjian itu berlaku selama 20 tahun, namun hingga kini lahan tersebut belum dikembalikan.
Pemprov juga sempat meragukan keabsahan dokumen pinjam pakai yang diajukan penggugat, dengan menyebut adanya perbedaan tanda tangan Bupati Lombok Barat saat itu. Laporan dugaan pemalsuan pun dilayangkan ke Polda NTB, yang berujung pada penetapan Ida sebagai tersangka.
Namun, keputusan Mahkamah Agung yang menyatakan Ida tidak bersalah membuat Pemprov NTB kini terancam kehilangan aset strategis yang telah lama digunakan untuk pelayanan publik. (Red).