Mataram-NTB, Barometer99.com– Kasus dugaan korupsi penyewaan alat berat milik Balai Pemeliharaan Jalan Provinsi (BPJP) Dinas PUPR NTB kini memasuki babak baru. Polresta Mataram melalui Satreskrim telah mengidentifikasi dua calon tersangka dalam kasus yang diperkirakan terjadi sejak 2021 hingga 2024.
Kendati demikian, Polresta Mataram terus mengusut kasus dugaan korupsi dalam penyewaan alat berat milik Balai Pemeliharaan Jalan Provinsi Wilayah Pulau Lombok, Dinas PUPR NTB. Setelah melakukan serangkaian pemeriksaan dan audit, polisi menyebut telah mengantongi dua nama calon tersangka dalam perkara ini.
Namun demikian, nama kedua tersangka masih dirahasiakan karena penyidikan masih berlangsung dan menunggu hasil resmi dari audit kerugian negara oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) NTB.
“Kami belum bisa menyebutkan identitas kedua tersangka lantaran penyidikan masih berjalan dan hasil perhitungan resmi kerugian negara dari BPKP belum dirilis,” ungkap Kasat Reskrim Polresta Mataram, AKP Regi Halili, Rabu, 11/6/2025.
Dugaan Aliran Dana Mengalir ke Rekening Istri Pejabat?
Yang cukup mencengangkan, penyidik kini menelusuri dugaan aliran dana hasil penyewaan alat berat ke rekening pribadi istri mantan Kepala Balai. Informasi ini didapat dari pengakuan seorang kontraktor berinisial E yang terlibat dalam penyewaan alat berat tersebut.
Dalam penyidikan yang turut melibatkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) NTB, polisi menguak indikasi aliran dana sewa alat berat ke rekening pribadi istri mantan Kepala Balai, Ali Fikri.
“Pasti akan kita dalami informasi dari saudara E, yang menyatakan pernah mentransfer uang sewa ke rekening istri mantan Kepala Balai. Ini sangat penting untuk membuka benang merah kasus ini,” tegas AKP Regi.
Sementara itu, Kanit Tipikor Satreskrim Polresta Mataram, IPTU I Komang Wilandra, menyampaikan bahwa proses audit oleh BPKP masih berlangsung. Hingga kini, tujuh saksi telah dimintai keterangan, termasuk nama-nama penting seperti mantan Kepala Balai berinisial AF, kontraktor E, staf BPJP, hingga mantan Kepala dan Bendahara Penerimaan Dinas PUPR NTB.
“Kami telah memeriksa tujuh saksi sejauh ini. Semua informasi yang terkumpul akan digunakan untuk memperkuat proses penyidikan,” jelas Komang.
Kasus ini bermula dari laporan masyarakat pada tahun 2024, yang mencurigai adanya penyalahgunaan aset negara berupa penyewaan alat berat tanpa prosedur resmi. Pada tahun 2021, E diketahui menyewa tiga jenis alat berat milik BPJP NTB, yakni satu unit ekskavator, dua unit dump truck, dan satu unit molen mixer.
Saat ini, satu unit ekskavator telah berhasil diamankan oleh pihak kepolisian, sementara dua unit lainnya masih dalam proses pelacakan.
Dengan indikasi kerugian negara yang berpotensi signifikan dan dugaan kuat adanya keterlibatan oknum pejabat, publik kini menantikan gebrakan hukum dari Satreskrim Polresta Mataram.
“Kami akan terus bekerja secara profesional. Tidak ada yang kebal hukum,” tutup AKP Regi dengan nada serius.
Kasus ini menambah deretan dugaan korupsi di sektor infrastruktur NTB yang kini tengah jadi sorotan masyarakat luas.
Mantan Kepala Balai Jalan Membantah
Ali Fikri membantah semua tudingan. Termasuk dugaan masuknya uang sewa alat berat tersebut ke rekening sang istri.
Ia mengklaim bahwa semasa menjabat sebagai kepala balai, tidak pernah terjadi penyimpangan. “Saya cuman berkontrak. Sisanya urusan yang baru,” ujar Ali Fikri singkat, dikutip dari media Katada, Jum’at, 13/6/2025
Ali Fikri juga mengakui bahwa dirinya menyusun kontrak sewa dengan Efendi, namun ia menegaskan tidak ada permasalahan saat itu.
Deretan Mantan Pejabat Diperiksa
Dalam mengungkap kasus ini, penyidik juga memeriksa sejumlah nama penting, termasuk mantan Kadis PUPR NTB, Sahdan dan Ridwansyah. Bahkan mantan Bendahara Dinas juga turut diperiksa.
Regi menyebut penyidik terus menelusuri keterlibatan para pihak, termasuk kemungkinan adanya peran aktif dari pejabat lama dan baru dalam proses penyewaan yang terjadi pada tahun 2021 itu.
Sayangnya, proses penyidikan sempat tersendat karena Efendi beberapa kali mangkir dari panggilan kepolisian. Hal ini menghambat kelengkapan data yang dibutuhkan penyidik.
Kerugian Negara Ditaksir Rp4,4 Miliar
BPKP saat ini tengah menelaah audit kerugian negara yang diajukan penyidik. Nilai kerugian diperkirakan mencapai Rp4,4 miliar.
Selain itu, di internal Balai sendiri, kerugian akibat alat berat yang belum dikembalikan oleh penyewa ditaksir mencapai Rp1,5 miliar.
Kerugian ini berasal dari tidak kembalinya alat berat seperti mobil molen, ekskavator, dan dum truk.
Alat berat berupa ekskavator yang sebelumnya disita di Lombok Timur kini telah diserahkan kembali ke Kantor Balai di Ampenan, Kota Mataram. Namun, dua alat berat lainnya mixer molen dan dum truk masih belum ditemukan keberadaannya. (Red).