Berita  

Nelayan Lombok Timur Mogok Melaut: Protes Alat Pemantau Kapal yang Dinilai Mencekik

Barometer99, Lombok-NTB- Puluhan nelayan yang tergabung dalam Forum Nelayan Lombok Timur (Fornel) melakukan aksi mogok melaut pada Kamis (10/4/2025), sebagai bentuk protes terhadap kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang mewajibkan pemasangan Vessel Monitoring System (VMS) atau Sistem Pemantauan Kapal Perikanan (SPKP) di setiap kapal.

“Kami mogok melaut hari ini karena aturan pemasangan VMS sangat memberatkan. Pemerintah pusat, khususnya KKP, terkesan tidak memikirkan kondisi nelayan kecil,” ujar Ketua Fornel, Satriawan.

Menurutnya, kewajiban pemasangan VMS bukan hanya tak relevan dengan kebutuhan nelayan, tetapi juga membebani secara ekonomi. Alat tersebut dibanderol sekitar Rp10 juta per unit. Tak berhenti di situ, nelayan juga dibebani biaya tahunan Rp 4-7 juta untuk perpanjangan, ditambah ongkos pemasangan dan perawatan rutin.

“Bagaimana mungkin nelayan kecil yang penghasilannya pas-pasan diminta membeli alat seharga puluhan juta? Ini jelas tidak masuk akal,” kecam Satriawan.

Ia menegaskan, kondisi ekonomi nelayan saat ini sedang terpuruk. Hasil tangkapan terus menurun, sementara harga jual ikan juga kian merosot. Dalam situasi demikian, kebijakan KKP dianggap bukan solusi, melainkan tambahan beban yang mengancam keberlanjutan hidup mereka.

“Perusahaan yang membeli ikan kami bahkan menurunkan harga karena permintaan pasar rendah. Sementara kami dihadapkan pada biaya baru yang sama sekali tidak berkontribusi pada peningkatan hasil tangkap,” katanya.

Satriawan juga mempertanyakan urgensi pemasangan VMS. Ia menyebut, alat ini lebih berfungsi sebagai pelacak posisi kapal, bukan untuk membantu operasional nelayan. Baginya, kebijakan ini justru menunjukkan ketidakpercayaan negara terhadap nelayan kecil.

“Apa gunanya VMS bagi kami? Hanya untuk memata-matai pergerakan kapal. Seolah-olah kami pelaku ilegal. Ini mencederai martabat nelayan kecil,” tegasnya.

Sebelumnya, Fornel telah menyuarakan penolakan mereka dalam forum dengar pendapat dengan DPRD NTB. Namun hingga kini, tak ada tindak lanjut atau kepastian sikap dari para wakil rakyat.

“Kami sudah ke DPRD, tapi tak satu pun anggota dewan turun melihat langsung kondisi kami. Aspirasi kami seperti masuk telinga kiri, keluar telinga kanan,” sindirnya.

Aksi mogok ini, menurut Fornel, baru langkah awal. Jika pemerintah pusat tetap abai, mereka mengancam akan memperluas aksi hingga ke tingkat nasional.

“Jika tuntutan kami tak digubris, kami siap lakukan aksi serentak bersama seluruh nelayan di Indonesia,” tutup Satriawan. (*).

Exit mobile version