Barometer99, Mataram-NTB- Ratusan Mahasiswa dari sejumlah BEM Universitas di Lombok dan organisasi mahasiswa melakukan aksi demo di depan kantor DPRD Nusa Tenggara Barat.
Jalan udayana sekejap menjadi lautan mahasiswa dengan berbagai warna almamater yang digunakan. Jum’at, 23/8/24.
Aksi demonstrasi yang digelar dari siang hingga sore itu, mahasiswa merangsek memaksa masuk untuk menduduki gedung DPRD, namun dihalangi oleh aparat kepolisian.
Saling dorong pun tak terhindarkan antara masa aksi mahasiswa dari berbagai universitas dengan aparat kepolisian. Sejumlah mahasiswa pun ada yang terinjak oleh mahasiswa lainnya.
Masa aksi kemudian semakin beringas dan merusak pintu gerbang selatan kantor DPRD karena tidak diizinkan masuk untuk bertemu dengan ketua DPRD NTB. Masa tetap memaksa ingin masuk untuk membacakan sejumlah tuntutan nya.
Dalam hitungan jam pintu gerbang yang terbuat dari besi tebal itu berhasil dirobohkan oleh masa aksi.
Aparat kepolisian sudah berusaha menghalangi, namun masa aksi terus yang tidak terhitung jumlah nya itu tetap saja berusaha merusak pintu gerbang tersebut.
Aksi yang dilakukan mahasiswa tersebut untuk mengawal putusan MK terkait ambang batas threshold dalam pilkada mendatang.
Saling dorong antara mahasiswa dengan aparat berlangsung cukup lama dan lemparan batu pun terlihat melayang ke arah aparat kepolisian.
Ketua DPRD Terkesan Ingin Benturkan Mahasiswa Dengan Aparat
Pada sore harinya, barulah Ketua DPRD NTB, Isvi Rupaedah berkenan menemui mahasiswa.
Saat bertemu Isvi, masa aksi dari Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI) meminta izin untuk masuk ke dalam gedung DPRD untuk membacakan tuntutan mereka, namun kehadiran Isvi tidak memberikan penjelasan apapun selain menyerahkan kepada pihak kepolisian.
“Saya serahkan kepada aparat kepolisian, karena sesuai SOP tidak boleh masa melakukan aksi demo di dalam lingkungan kantor,” ujar Isvi.
Mendengar ucapan Isvi yang menolak permintaan mahasiswa, masa aksi pun tidak puas dan tetap bertahan di depan kantor DPRD.
Setelah diberi batas hingga pukul 18.00 WITA dan masa aksi tidak mau membubarkan diri, akhirnya aparat kepolisian membubarkan masa dengan paksa menggunakan water Cannon dan gas air mata.
Aparat kepolisian pun menerima perlawanan dari para pendemo dengan lemparan batu.
Sekitar dua orang mahasiswa yang dianggap menjadi provokator dalam aksi tersebut hingga merusak fasilitas DPRD diamankan oleh aparat.
Kordum aksi dari Unram, Herianto mengatakan, keputusan MK harus dilaksanakan oleh DPRD. Jika DPRD mengacuhkan putusan MK, menurut Herianto Demokrasi telah mati di negara ini.
“Kami mengawal keputusan MK ini agar DPRD benar-benar melaksanakannya, bukan malah ingin merevisi UU Pilkada, karena revisi itu tidak sesuai dengan keputusan MK,” ujarnya.
Dalam aksinya, masa aksi menuntut agar DPRD melaksanakan keputusan MK terkait ambang batas atau threshold pencalonan kepala daerah dari partai politik dengan threshold pencalonan kepala daerah dari jalur independen.
Dalam putusannya, MK memutuskan bahwa ambang batas pencalonan kepala daerah tidak lagi sebesar 25 persen perolehan suara partai politik/gabungan partai politik hasil Pileg DPRD sebelumnya, atau 20 persen kursi DPRD. (S*).