Berita  

Kejati NTB Limpahkan Kasus Dugaan Korupsi Jembatan Rade–Bolo ke Kejari Bima

Mataram-NTB, Barometer99.com-Penanganan kasus dugaan korupsi proyek Jembatan Rade–Bolo senilai Rp6,2 miliar kembali memicu sorotan publik setelah Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat (Kejati NTB) resmi melimpahkan penanganannya ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Bima. Alih kewenangan ini justru menimbulkan tanda tanya besar dari Aliansi Mahasiswa Mataram (AMM NTB) yang sejak awal melaporkan dugaan penyimpangan dalam proyek strategis tersebut.

“Sudah kami limpahkan ke Kejari Bima untuk ditindaklanjuti,” kata salah satu perwakilan Kejati NTB saat menanggapi aksi demonstrasi AMM NTB, Jum’at (21/11/25).

Kejati NTB beralasan, pelimpahan dilakukan karena lokasi proyek berada di Kabupaten Bima. Meski demikian, Kejati memastikan tetap akan melakukan pengawasan selama proses penyelidikan berlangsung.

“Adik-adik tidak perlu khawatir, kami tetap awasi,” tegasnya.

Namun keputusan ini justru memunculkan tudingan dari AMM NTB bahwa ada potensi main mata antara pihak tertentu dalam penanganan kasus. Pasalnya, sejak laporan disampaikan, publik belum mendapatkan perkembangan signifikan.

Minim Kejelasan, AMM NTB Pertanyakan Serius Tidaknya Penanganan Kasus

Ketua AMM NTB, Purnomo, mengungkapkan bahwa pihaknya sama sekali belum mendapatkan informasi lanjutan terkait siapa saja pihak yang telah diperiksa atau dipanggil.

“Sejauh ini tidak ada perkembangan. Yang kami tahu, hanya informasi bahwa kasus dilimpahkan ke Kejari Bima. Tidak ada penjelasan siapa saja yang telah dipanggil,” tegas Purnomo.

AMM NTB menyebut pelimpahan ini mengindikasikan upaya memperlambat proses penyelidikan, terlebih Kejati NTB masih sibuk menangani kasus lain yang melibatkan anggota DPRD NTB.

“Kami butuh kepastian, bukan alasan,” ujar Purnomo.

Jembatan Retak Sebelum Diresmikan, Indikasi Serius Dugaan Korupsi

Proyek Jembatan Rade–Bolo yang bersumber dari APBN 2025 itu diduga kuat bermasalah sejak awal. Retakan parah pada badan dan dinding cor jembatan muncul kurang dari satu bulan setelah pekerjaan selesai, bahkan sebelum jembatan diresmikan.

Keretakan tersebut tampak jelas setelah hujan deras mengguyur wilayah Madapangga pada 5 November lalu.

“Ini indikasi awal yang sangat kuat bahwa ada pekerjaan yang tidak sesuai spesifikasi kontrak,” kata Purnomo.

AMM NTB menilai kerusakan cepat tersebut tak hanya menunjukkan kegagalan konstruksi, tetapi juga diduga melibatkan penyimpangan anggaran.

AMM NTB mendesak Kejati dan Kejari Bima untuk segera memanggil sejumlah pihak, antara lain: Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bima, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Kontraktor pelaksana CV Dwi Wangi, dan Pemenang tender PT Bunga Raya.

Purnomo menyebut dugaan penyimpangan ini berpotensi melanggar Pasal 2 dan/atau Pasal 3 UU Tipikor, sehingga penyelidikan dan penyidikan harus dilakukan secara transparan dan tidak tebang pilih.

“Ini tanggung jawab moral kami sebagai masyarakat sipil untuk memastikan uang negara tidak disalahgunakan,” tegasnya.

Pengawasan Publik Diperlukan, Proses Hukum Diminta Transparan

AMM NTB menilai pelimpahan kasus tanpa kejelasan hanya akan melemahkan kepercayaan publik terhadap penegakan hukum. Mereka mendesak proses penanganan dilakukan terbuka, akuntabel, dan berbasis bukti, bukan tekanan politik.

Kejati NTB memastikan pengawasan tetap dilakukan, namun masyarakat kini menunggu realisasi, bukan lagi janji. Dengan mempertanyakan independensi dan efektivitas penanganan kasus, AMM NTB menegaskan siap terus mengawasi sampai tuntas.

“Kami akan terus kawal. Tidak boleh ada yang dilindungi, sekecil apa pun perannya,” tutup Purnomo. (*).

Exit mobile version