Kota Sorong, Barometer99.com, PBD (12/11/25) — Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya melalui Dinas Kebakaran, Penyelamatan, Penanggulangan Bencana, dan Satpol PP (DKP2B dan Satpol PP) resmi membuka kegiatan Pengisian dan Penilaian Indeks Ketahanan Daerah (IKD) Tahun 2025 yang diikuti oleh seluruh BPBD kabupaten/kota se-Papua Barat Daya.
Kegiatan yang berlangsung di Rilys Panorama, Jalan Sam Ratulangi, Distrik Sorong Kota ini dibuka secara resmi oleh Kepala DKP2B dan Satpol PP, Vicente Campana Baay, S.IP, yang mewakili Gubernur Papua Barat Daya, Elisa Kambu, S.Sos.
Dalam sambutannya, Vicente menegaskan pentingnya kegiatan ini sebagai langkah strategis dalam mengukur serta memperkuat ketahanan daerah terhadap bencana.
“Indeks Ketahanan Daerah menjadi alat ukur sejauh mana kesiapan dan kemampuan daerah menghadapi potensi bencana. Kita ingin seluruh kabupaten/kota memiliki tingkat ketahanan yang seimbang dan berkelanjutan,” ujarnya.
Berdasarkan hasil IKD sebelumnya, beberapa wilayah di Papua Barat Daya mengalami peningkatan signifikan:
– Kabupaten Sorong Selatan meningkat dari 0,24 (2021) menjadi 0,29 (2023)
– Kabupaten Raja Ampat naik dari 0,33 menjadi 0,36
– Kabupaten Tambrauw melonjak dari 0,20 menjadi 0,28
– Kota Sorong mencatat 0,34 pada tahun 2023
Namun demikian, Vicente menilai bahwa upaya peningkatan kapasitas daerah dengan nilai IKD rendah perlu terus diperkuat. Ia juga menyinggung hasil Indeks Risiko Bencana (IRB) BNPB tahun 2024, di mana sebagian besar wilayah Papua Barat Daya seperti Sorong, Raja Ampat, Sorong Selatan, dan Kota Sorong masih tergolong kelas risiko tinggi, sedangkan Tambrauw dan Maybrat berada di kelas risiko sedang.
“Ini menjadi pengingat bagi kita semua bahwa pengurangan risiko bencana harus dilakukan secara kolaboratif, lintas sektor, dan berkelanjutan,” tegas Vicente.
Turut hadir Edy Purba, S.KM., M.KM., Analis Kebencanaan Ahli Madya BNPB RI, yang menjelaskan bahwa kegiatan ini bertujuan memastikan data IKD terisi dengan akurat dan diverifikasi berjenjang — mulai dari kabupaten/kota, provinsi, hingga BNPB pusat.
Menurutnya, proses penilaian dilakukan secara transparan dan melibatkan masa sanggah dua minggu bagi pemerintah daerah untuk memastikan data sesuai kondisi lapangan.
“Melalui IKD, kita dapat melihat daerah mana yang masih memiliki risiko tinggi dan sektor mana yang perlu diintervensi. Intervensi bisa datang dari pusat, provinsi, bahkan masyarakat,” jelas Edy.
Ia menambahkan, hasil IKD 2025 akan menjadi acuan strategis bagi perencanaan program penanggulangan bencana, termasuk penguatan kesiapsiagaan, mitigasi, dan pembangunan infrastruktur tangguh bencana di wilayah Papua Barat Daya.
Dengan penuh semangat, kegiatan tersebut resmi dibuka dengan doa dan harapan agar seluruh peserta mampu menghasilkan data dan rekomendasi yang mendorong Papua Barat Daya menuju “Daerah Tangguh Bencana 2025.”
(TK)
