Jatinangor, Barometer99.com – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian meminta pemerintah daerah (Pemda) yang inflasinya di atas rerata nasional segera mengendalikan harga komoditas. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), meski inflasi secara nasional terkendali di angka 2,65 persen secara year on year pada September 2025, kondisi di daerah masih bervariasi.
Hal itu disampaikan Mendagri pada Rapat Koordinasi (Rakor) Pengendalian Inflasi Daerah Dirangkaikan dengan Program Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih dan Program Tiga Juta Rumah. Kegiatan tersebut berlangsung di Balairung Rudini, Kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Senin (27/10/2025).
Lebih lanjut, Mendagri menyebutkan, pemerintah menargetkan angka inflasi sebesar 2,5 persen plus minus 1 persen. Angka itu dinilai stabil dalam menjaga kepentingan konsumen maupun produsen. “Ini yang di atas nasional ini tolong diatensi. Sementara yang terlalu rendah sekali hati-hati,” tegasnya.
Ia menyebutkan sejumlah komoditas pangan yang perlu menjadi atensi karena kenaikan harganya terjadi di banyak daerah. Hal itu seperti cabai merah yang naik di 235 kabupaten/kota. Kemudian telur ayam ras naik di 229 daerah dan daging ayam ras harganya naik di 190 daerah.
Meskipun tak memungkiri banyak komoditas, seperti beras, yang harganya relatif terkendali, Mendagri tetap meminta Pemda dan para pemangku kepentingan untuk memberikan atensi terhadap beberapa komoditas yang mengalami kenaikan harga.
Ia mengimbau Pemda agar melihat data kondisi inflasi di daerahnya masing-masing untuk melakukan langkah pengendalian. “Setelah itu lihat masuk enggak [daerahnya] ke daerah tinggi atau tidak. Kalau tinggi segera melakukan rapat koordinasi internal dan dengan stakeholder, distributor, Kadin mungkin, asosiasi pengusaha,” ujarnya.
Mendagri menjelaskan, ada dua aspek yang perlu dicek ketika Pemda mendapati inflasinya tinggi. Hal itu meliputi kecukupan suplai dan kelancaran distribusi komoditas. Apabila suplainya cukup, tapi distribusinya terkendala, Pemda perlu segera memeriksa potensi praktik penimbunan. Ia menegaskan, penimbunan komoditas yang membuat harganya menjadi mahal tidak dibenarkan dan merupakan tindak pidana.
“Dapat untung boleh, tapi jangan ditahan, barang naik harganya, baru kemudian lepas, itu nakal-nakalnya di lapangan,” tegasnya.
Namun, apabila suplainya kurang, Pemda perlu melakukan pemenuhan, misalnya bekerja sama dengan daerah penghasil atau yang mengalami surplus produksi. Kemudian daerah juga dapat memanfaatkan Belanja Tidak Terduga (BTT) untuk menyubsidi transportasi angkutan bahan pangan, sehingga harganya sama dengan daerah yang surplus.
Pemda juga dapat menggalakkan gerakan tanam untuk komoditas yang mudah diproduksi. Ia menyebutkan sejumlah daerah yang memanfaatkan berbagai potensi untuk mendukung gerakan tanam. Hal ini seperti yang dilakukan Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar yang menggunakan medium hidroponik untuk mendukung gerakan tanam. Kemudian Kota Surabaya juga memanfaatkan lahan yang belum dimanfaatkan optimal untuk mendukung gerakan tanam.
Di sisi lain, Mendagri mengatakan, pemerintah pusat juga akan mengintervensi pengendalian harga ketika daerah tidak mampu mengendalikan secara optimal. Langkah ini misalnya dengan melibatkan Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, Bulog, Badan Pangan Nasional (Bapanas), serta pihak terkait lainnya.
Sebagai informasi, forum tersebut juga dihadiri langsung oleh sejumlah pembicara di antaranya Menteri Koperasi Ferry Juliantono; Direktur Jenderal (Dirjen) Perumahan Perdesaan Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Imran; Deputi Bidang Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan Bapanas Andriko Noto Susanto; Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi II Bidang Perekonomian dan Pangan Kantor Staf Presiden (KSP) Edy Priyono; serta Staf Ahli Menteri Pertanian Bidang Investasi Pertanian Suwandi. Adapun peserta Rakor, yakni Sekretaris Daerah (Sekda) dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) dari seluruh daerah di Indonesia.
Puspen Kemendagri
