Berita  

Pimpinan Ponpes di Lombok Barat Diduga Cabuli 20 Santriwati Selama 7 Tahun, Siswi Berani Speak Up Usai Nonton “Walid”

Barometer99, Lombok Barat-NTB- Kasus kekerasan seksual kembali mencoreng dunia pendidikan pesantren. Seorang pimpinan Yayasan Pondok Pesantren (Ponpes) berinisial AF (55), yang berlokasi di Kabupaten Lombok Barat, dilaporkan ke polisi atas dugaan pencabulan terhadap sedikitnya 20 santriwati. Aksi bejat tersebut diduga berlangsung sejak tahun 2016 hingga 2023.

Informasi ini pertama kali dilansir oleh dntimes.ntb dan dikonfirmasi oleh Aliansi Stop Kekerasan Seksual NTB, yang saat ini mendampingi para korban dalam proses hukum.

Modus pelaku adalah menjanjikan keberkahan di rahim korban agar bisa melahirkan anak yang kelak menjadi wali,” ujar Koordinator Aliansi Stop Kekerasan Seksual NTB, Joko Jumadi, saat memberikan keterangan di Mapolresta Mataram, Senin (21/4/2025).

BACA JUGA :  Reaksi Cepat Sat Samapta Polrestabes Medan Bubarkan Aksi Tawuran Mahasiswa Nomensen

Menurut Joko, sebanyak tujuh santriwati sudah resmi melapor ke Polresta Mataram, sementara total korban yang teridentifikasi saat ini berjumlah 20 orang. Empat laporan masuk pada pekan lalu, sedangkan tiga lainnya dilakukan pada hari Senin (21/4).

Ia juga mengungkapkan bahwa keberanian para korban untuk bersuara bermula setelah mereka menonton drama seri asal Malaysia berjudul “Bidaah”. Serial tersebut mengangkat tema kontroversial mengenai penyimpangan dalam sekte keagamaan, dan menggambarkan manipulasi spiritual yang dilakukan oleh tokoh karismatik, mirip dengan pola yang dialami para korban.

BACA JUGA :  Siswa Senerbal Kodiklatal Laksanakan Lattek Sea and Jungle Survival

“Setelah menonton Bidaah, beberapa santriwati mulai menyadari bahwa yang mereka alami selama ini adalah bentuk pelecehan. Dari situ mereka memberanikan diri untuk melapor,” ujar Joko.

Pihak kepolisian hingga saat ini belum memberikan pernyataan resmi terkait status hukum AF. Namun, laporan telah diterima dan kasus ini tengah dalam proses penyelidikan.

Kasus ini menambah daftar panjang kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan lembaga pendidikan berbasis agama. Aliansi Stop Kekerasan Seksual NTB mendesak agar penanganan dilakukan secara serius dan transparan, serta mendorong pemerintah daerah untuk memperkuat perlindungan terhadap santri. (S*).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *