Berita  

Membangun Negara Kuat Melalui Revisi UU TNI tanpa Menggeser Prinsip Demokrasi 

Barometer99, Mataram-NTB- Dalam upaya memperkuat prinsip demokrasi dalam pembangunan pertahanan nasional, diskusi publik bertajuk “RUU TNI: Negara Kuat dengan Tetap Mengedepankan Prinsip Demokrasi” digelar di Kedai Kopi Joki, Kota Mataram, Kamis (27/3/25). Acara ini dihadiri berbagai elemen masyarakat, termasuk akademisi, aktivis, jurnalis, dan mahasiswa, dengan total 50 peserta yang mengikuti secara luring maupun daring.

Diskusi ini diselenggarakan oleh Barisan Pemuda Bima Nusantara (Bardam Nusa) yang dipimpin oleh Imam Budianto. Dalam sambutannya, Imam menekankan bahwa revisi UU TNI harus dipandang sebagai langkah strategis untuk memperkuat pertahanan negara tanpa mengesampingkan nilai-nilai demokrasi. Menurutnya, diskusi publik semacam ini penting agar masyarakat dapat memahami substansi perubahan yang diusulkan dan turut berpartisipasi dalam proses legislasi.

Diskusi menghadirkan Jonson Parulian Hottua, seorang praktisi hukum yang mengulas secara komprehensif perubahan dalam RUU TNI. Dalam pemaparannya, ia menegaskan bahwa perbedaan pandangan dalam demokrasi merupakan hal wajar, sehingga pembahasan revisi UU TNI perlu dilakukan secara objektif agar tidak menimbulkan mispersepsi di masyarakat. Salah satu isu yang menjadi sorotan adalah kekhawatiran terhadap potensi kembalinya Dwi Fungsi TNI akibat perluasan peran prajurit aktif dalam jabatan sipil di kementerian dan lembaga negara.

BACA JUGA :  Wujudkan Lingkungan Bersih, Babinsa Elikobel Kerja Bhakti Bersama Warga

Diskusi juga menyoroti dampak revisi UU TNI terhadap supremasi sipil dan demokrasi. Sejumlah pihak menilai bahwa perubahan ini dapat menggeser keseimbangan antara otoritas militer dan sipil, terutama dalam konteks Operasi Militer Selain Perang (OMSP) yang kini mencakup 16 tugas, termasuk penanggulangan ancaman siber dan perlindungan kepentingan nasional di luar negeri. Namun, di sisi lain, perubahan ini dianggap sebagai bentuk adaptasi terhadap dinamika ancaman kontemporer yang semakin kompleks.

Salah satu aspek penting yang dibahas adalah perubahan usia pensiun prajurit TNI, yang disesuaikan dengan kebutuhan organisasi serta perkembangan teknologi pertahanan. Perubahan ini dinilai relevan mengingat perang modern semakin berorientasi pada strategi berbasis teknologi dan siber, sehingga membutuhkan personel yang memiliki pengalaman serta keahlian khusus dalam bidang tersebut. Dalam konteks ini, TNI diharapkan tetap menjadi institusi profesional yang adaptif terhadap tantangan zaman.

BACA JUGA :  Wujud Sinergitas Lintas Sektor, Danramil 24/Puhpelem Hadiri Lokmin Linsek Puskesmas Puhpelem

Dalam sesi tanya jawab, sejumlah peserta mengkritisi RUU TNI, terutama terkait potensi ketidakadilan dalam penempatan pejabat sipil dan militer. Aktivis Ahmad Sahib menyoroti bahwa dalam praktiknya, banyak jabatan sipil justru diisi oleh oknum yang terlibat korupsi secara masif. Menanggapi hal ini, Jonson Parulian menegaskan bahwa prinsip utama dalam reformasi TNI adalah transparansi dan akuntabilitas, serta perlunya kontrol publik agar implementasi kebijakan tetap berjalan sesuai prinsip demokrasi.

Selain itu, diskusi membahas mekanisme partisipasi publik dalam proses legislasi, termasuk dalam pembahasan RUU TNI. Perwakilan Himpunan Putra-Putri Keluarga Angkatan Darat (Hipakad) menekankan pentingnya keterlibatan masyarakat sejak dini agar revisi UU ini tidak menimbulkan persepsi negatif yang keliru. Narasumber menegaskan bahwa keterlibatan masyarakat telah menjadi bagian dari proses legislasi, dan pemerintah tetap membuka ruang bagi kritik serta masukan yang konstruktif.

Isu lain yang mengemuka adalah peran TNI dalam penanggulangan bencana. Beberapa peserta mempertanyakan alasan di balik pengaturan eksplisit keterlibatan TNI dalam bantuan bencana dalam revisi UU, mengingat TNI selama ini telah berperan aktif tanpa adanya regulasi khusus. Narasumber menjelaskan bahwa perubahan ini bertujuan memberikan landasan hukum yang lebih kuat bagi TNI dalam menjalankan tugasnya sekaligus menghindari potensi penyalahgunaan wewenang.

BACA JUGA :  Presiden Jokowi Hadiri KTT Peringatan 45 Tahun ASEAN-Uni Eropa

Sebagai penutup, diskusi menegaskan bahwa revisi UU TNI bukanlah upaya untuk mengembalikan Dwi Fungsi TNI, melainkan bagian dari modernisasi sistem pertahanan negara agar lebih adaptif terhadap perkembangan zaman. Tingginya tingkat kepercayaan publik terhadap TNI, sebagaimana tercermin dalam berbagai survei, menjadi bukti bahwa profesionalisme institusi ini tetap terjaga. Oleh karena itu, keseimbangan antara kekuatan pertahanan negara dan sistem demokrasi harus terus dipertahankan.

Acara yang berlangsung hampir dua jam ini ditutup dengan buka puasa bersama, mencerminkan semangat kebersamaan dalam membangun bangsa yang demokratis dan berdaulat. Imam Budianto berharap agar diskusi serupa terus diadakan guna meningkatkan pemahaman masyarakat terkait kebijakan strategis nasional serta memastikan bahwa setiap regulasi yang dihasilkan benar-benar sejalan dengan kepentingan nasional dan nilai-nilai demokrasi. (Red).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *