Barometer99, Mataram-NTB- Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) Abdul Rauf alokasikan anggaran pokok pikiran (Pokir) senilai Rp2 miliar untuk perbaikan infrastruktur yang rusak akibat banjir bandang di Kecamatan Wera, Kabupaten Bima.
Abdul Rauf menyatakan bahwa anggaran tersebut akan digunakan untuk menangani infrastruktur yang menjadi tanggung jawab provinsi, khususnya di wilayah terdampak banjir.
“Tahun ini, saya akan mengalokasikan anggaran Pokir sekitar Rp2 miliar untuk perbaikan infrastruktur di Kecamatan Wera yang rusak akibat banjir,” ujar Abdul Rauf saat dikonfirmasi di Mataram.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa dirinya telah berkoordinasi dengan Kepala Dinas PUPR NTB agar perbaikan dapat segera dilakukan, terutama pada ruas jalan di Desa Nanga Wera yang hampir terputus akibat banjir.
Selain fokus pada perbaikan infrastruktur, Abdul Rauf juga berencana menjadikan desa-desa terdampak banjir sebagai lokasi reses guna memberikan edukasi kepada masyarakat terkait pentingnya menjaga hutan. Menurutnya, perusakan hutan menjadi salah satu faktor utama yang memperparah dampak bencana banjir di wilayah Wera.
“Saya akan mengadakan kegiatan reses di desa-desa terdampak banjir agar bisa memberikan pemahaman langsung kepada masyarakat tentang bahaya kerusakan hutan,” kata politisi dari Fraksi Demokrat yang telah dua periode menjabat sebagai anggota DPRD NTB.
Abdul Rauf turut menyampaikan belasungkawa atas bencana banjir yang melanda Kecamatan Wera dan Ambalawi. Ia menilai bahwa bencana kali ini merupakan yang terparah, mengingat adanya korban jiwa serta dampak kerusakan yang luas.
“Saya tidak pernah membayangkan bahwa Kecamatan Ambalawi akan mengalami banjir bandang sebesar ini. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kerusakan hutan di wilayah pegunungan sudah sangat parah,” ujarnya.
Sebagai bagian dari solusi jangka panjang, Abdul Rauf menyatakan bahwa ia telah berdiskusi dengan Wali Kota Bima terpilih serta Gubernur NTB terpilih mengenai upaya penanggulangan banjir dan rehabilitasi hutan. Ia mendorong adanya langkah-langkah konkret, termasuk larangan pembabatan hutan serta program edukasi untuk masyarakat.
Salah satu langkah yang akan diusungnya adalah mendorong penanaman pohon kemiri sebagai solusi ekologis dan ekonomi. Menurutnya, pohon kemiri memiliki dua manfaat utama: sebagai penahan air hujan untuk mencegah banjir dan sebagai komoditas bernilai ekonomi tinggi.
“Provinsi NTB baru-baru ini mengekspor 20 ton buah kemiri dengan harga yang sangat menggiurkan. Oleh karena itu, edukasi tentang penanaman pohon kemiri harus digalakkan, karena nilai ekonominya jauh lebih tinggi dibandingkan jagung,” jelasnya.
Abdul Rauf juga mengkritisi program swasembada jagung di Bima yang dinilainya berdampak pada kerusakan hutan. Ia menekankan pentingnya pembatasan penanaman jagung di kawasan hutan, terutama yang berada di sekitar aliran sungai, guna mencegah bencana ekologis yang lebih besar.
“Pemerintah harus tegas dalam membatasi penanaman jagung di kawasan hutan. Gerakan ini perlu dilakukan secara bersama-sama sebagai upaya mitigasi kerusakan hutan,” tegasnya.
Ia menutup pernyataannya dengan mengajak semua pihak untuk lebih peduli terhadap keseimbangan alam. Menurutnya, bencana banjir yang terjadi saat ini merupakan dampak nyata dari deforestasi yang tidak terkendali.
“Kita harus belajar dari kejadian ini dan tidak menjadikan alasan ekonomi sebagai pembenaran untuk membabat hutan. Jika ekosistem rusak, dampak ekonominya justru jauh lebih besar,” pungkasnya. (Red).